RADARSEMARANG.COM, Disadari atau tidak, penggunaan bahasa Jawa dalam keseharian peserta didik semakin lama kian memudar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo, generasi muda Jawa lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa. Baik pada ranah rumah maupun persahabatan (2018:244).
Adanya unggah ungguh bahasa Jawa yang cukup kompleks, merupakan salah satu alasan keengganan menggunakan bahasa Jawa. Tidak jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa Jawa di lingkungan sekolah juga mulai jarang dilakukan. Adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pembelajaran, membuat peserta didik terbiasa akan penggunaannya. Sehingga lambat laun penggunaan bahasa Jawa di lingkungan sekolah akan dilupakan.
Hal tersebut juga terjadi di SDN 3 Ngumbul, tempat penulis mengajar. Banyak peserta didik yang enggan dan tidak terbiasa berbahasa Jawa dengan baik dan benar.
Tidak jarang, peserta didik bahkan tidak memahami kosakata Jawa yang seharusnya umum digunakan dalam keseharian. Perlu penanganan serius terkait dengan masalah tersebut. Mengingat bahasa Jawa adalah warisan kebudayaan Jawa yang harus dilestarikan.
Tembang Jawa adalah salah muatan lokal Kabupaten Blora yang disisipkan dalam pembelajaran. Di dalamnya memuat ajaran tembang macapat dan tembang dolanan yang sarat akan bahasa Jawa. Adanya pembelajaran Tembang Jawa di sekolah dasar menjadi secercah harapan untuk kembali membudayakan penggunaan bahasa Jawa di kalangan peserta didik.
Tembang Padhang Bulan adalah salah satu materi ajar Tembang Jawa pada kelas tiga sekolah dasar (SD). Tembang Padhang Bulan mengandung makna yang religius. Isi dari tembang tersebut menyiratkan arti bahwa kita hendaknya bersyukur kepada yang Maha Kuasa untuk menikmati keindahan alam. Untuk menunjukkan rasa syukur itu kita diharapkan tidak tidur terlalu sore karena kita bisa melaksanakan ibadah di waktu malam.
Selain memiliki makna filosofis yang baik, tembang Padhang Bulan memiliki lirik yang sesuai keseharian siswa. Lirik yang berbahasa Jawa dikemas secara sederhana. Kosakata Jawa yang digunakan tidak terlalu sulit, sehingga cocok dipelajari oleh peserta didik kelas tiga.
Pembelajaran tembang Padhang Bulan dilakukan dengan cara gerak dan lagu. Guru memberikan contoh gerakan setiap kosakata yang diucapkan. Misalnya ketika melafalkan “yo pra kanca” guru memberi isyarat mengajak menggunakan kedua tangan. Guru melafalkan “dolanan ing njaba” sambil berjalan dan menunjuk ke luar ruangan.
Guru menjelaskan arti atau makna setiap kosakata yang terdapat pada tembang Padhang Bulan. Peserta didik diajak untuk mengaitkan kosakata tersebut sesuai dengan keseharian mereka. Guru juga menjelaskan adanya perbedaan antara penulisan dan pelafalan kosakata Jawa. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari adanya kesalahan penulisan ataupun pelafalan pada peserta didik.
Agar pembelajaran lebih bermakna, peserta didik diajak mempraktikkan langsung gerak dan lagu tembang Padhang Bulan secara berkelompok. Setiap kelompok nembang sambil menari di depan kelas. Karakter tembang Padhang Bulan yang ceria dapat meningkatkan semangat peserta didik dalam mempelajarinya.
Selain itu, peserta didik juga diminta membuat kalimat dari kosakata yang terdapat pada tembang Padhang Bulan. Peserta didik membuat kalimat berbahasa Jawa sederhana yang sesuai dengan keseharian mereka. Setiap kalimat yang disampaikan oleh peserta didik hendaknya dikonfirmasi dengan baik oleh guru.
Dengan dipelajarinya tembang Padhang Bulan, peserta didik kelas tiga di SDN 3 Ngumbul mendapatkan pengetahuan kosakata Jawa baru. Peserta didik juga semakin terampil menggunakan kosakata tersebut dalam keseharian. Pengenalan kosakata Jawa melalui tembang Padhang Bulan akan semakin efektif apabila dilakukan secara rutin dan berkelanjutan. Tembang Jawa yang digunakan pun bisa lebih bervariasi. Tidak menutup kemungkinan kegiatan tersebut dapat dilakukan di sekolah lain. (pm1/lis)
Guru SDN 3 Ngumbul, Kec. Todanan, Kabupaten Blora