RADARSEMARANG.COM, Sekolah inklusi adalah tempat bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama dengan anak reguler pada umumnya. Siswa inklusi memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan siswa reguler di dalam kelas. Bagi siswa inklusi, ada sedikit perbedaan mereka memiliki pendamping yaitu GPK (Guru Pendamping Khusus) dan Shadow Teacher.
Anak Berkebutuhan Khusus (Heward) adalah anak-anak yang mengalami penyimpangan, kelainan maupun ketunaan dalam segi fisik, mental, emosi, sosial, atau gabungan dari berbagai segi diatas yang membuat mereka memerlukan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kekhusuan yang mereka miliki.
Ada 10 jenis ABK yaitu: 1) Tunagrahita, 2) Tunanetra, 3) Kesulitan Belajar, 4) Autis, 5) Gangguan Perilaku, 6) Tunadaksa, 7) Tunalaras, 8) Tunaganda, 9) Tunarungu, 10) Anak Berbakat ( Kauffman & Hallahan, 2005).
Menurut Prayitno, dkk (2003:10) Bimbingan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar dapat mandiri dan berkembang secara optimal. Bimbingan Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh pendidik (Guru BK) kepada peserta didik dalam rangka pengembangan bidang pribadi, belajar, sosial dan karir.
Fungsi Bimbingan dan Konseling menurut Prayitno, dkk (2002:4) ada 4 yaitu: (a) Fungsi Pemahaman (b) Fungsi Pencegahan (c) Fungsi Pengentasan (d) Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan. Dalam memberikan layanan konsultasi kepada peserta didik, biasanya pola yang dipakai adalah pola layanan 17 Plus.
Hal pertama yang dilakukan dalam pelayanan BK pada sekolah inklusi adalah melakukan assesmen khusus bagi peserta didik inklusif. Tentunya dalam hal ini Guru BK tidak dapat berdiri sendiri, kegiatan ini diawali dengan kegiatan Skrining yang di laksanakan bekerjasama sengan GPK dan Shadow Teacher.
Skrining juga dilakukan kepada orangtua peserta didik inklusi untuk mengetahui data pribadi peserta didik. Setelah Skrining maka langkah selanjutnya adalah Assesmen oleh ahli (psikolog) disini kita akan mendapat hasil menyeluruh dari assesmen yang akan kita pergunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari 1) Tahap Identifikasi Masalah; 2) Tahap Diagnosa Masalah, pada tahap ini diambil keputusan dari hasil identifikasi masalah; 3) Tahap Prognosis yaitu penyusunan rencana atau program yang akan dilaksanakan yaitu modifikasi kurikulum (Program BK) khusus untuk peserta didik inklusi; 4) Terapi yang terdiri dari bimbingan kelompok, konseling kelompok, konseling individu, alih tangan kasus; 5) Tindak lanjut, berdasarkan evaluasi yang diberikan.
Untuk pelayan secara klasikal tentunya sama karena memang materi sudah kita sesuaikan, perbedaannya untuk peserta didik inklusi didampingi oleh GPK / Shadow Teacher. Dalam kegiatan klasikal tersebut guru BK akan melihat sejauh mana ketercapaian layanan bagi siswa inklusi, apabila ditemukan kendala maka akan ditindaklanjuti dengan kegiatan konseling individu. Kegiatan konseling individu dilaksanakan tidak hanya untuk melihat ketercapaian layanan, akan tetapi untuk menggali potensi dalam diri peserta didik inklusi agar dapat dikembangkan dengan optimal. Dengan menggali potensi peserta didik inklusi tentunya akan membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan dalam dirinya dan dapat mencapai kemandirian.
Pelayanan BK kepada peserta didik inklusi tidak hanya di dalam lingkup sekolah. Kegiatan homevisit dilaksanakan agar terjalin kerjasama yang baik antara orangtua dan guru BK. Disini peran dan support orang tua sangat diperlukan demi kemajuan peserta didik inklusi. Dalam layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok dimanfaatkan guru BK untuk membuka peluang bagi peserta didik inklusi agar dapat bersosialisasi dan bertukar pendapat serta menuangkan ide-ide dalam kelompok.
Hal selanjutnya yang penting diperhatikan adalah layanan mediasi. Layanan mediasi merupakan layananan yang dilakukan oleh Guru BK kepada dua pihak bahkan lebih yang sedang bertentangan, saling bermusuhan. (dd2/ton)
Guru BK SMP Negeri 10 Salatiga