RADARSEMARANG.COM, Berubahnya sistem pembelajaran akibat pandemi Covid- 19 memaksa para aktivis di dunia pendidikan berpikir jauh agar proses belajar bisa tetap berlangsung. Demi menjaga kualitas generasi muda di masa yang akan datang.
Menurut Oemar Hamalik (2001: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Dengan demikian proses belajar harus tetap dilaksanakan bagaimanapun keadaannya, guna tersampaikannya ilmu dari pendidik kepada peserta didik.
Dampak dari pandemi Covid-19 dalam bidang pendidikan adalah pembelajaran yang awalnya tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Akibatnya pendidik maupun peserta didik tidak dapat bertatap muka secara langsung.
Pembelajaran jarak jauh adalah suatu metode pembelajaran yang proses pengajaran terjadi secara terpisah dari proses belajar sehingga komunikasi antara tenaga pengajar dan siswa harus difasilitasikan melalui bahan cetak, media elektronik, dan media-media lain (Moore,1973).
Menurut Keegan (1984) karakteristik dari pendidikan jarak jauh adalah adanya keterpisahan antara tenaga pengajar dari peserta didik selama program pendidikan. Keterpisahan antara seorang peserta didik dengan peserta didik lain selama program pendidikan.
Ada suatu institusi yang mengelola program pendidikannya. Pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk menyampaikan bahan belajar kepada peserta didik.
Sistem PJJ yang dilakukan adalah pembelajaran berbasis digital (digital learning) dilaksanakan melalui perangkat digital seperti personal computer (PC), laptop, smartphone yang terhubung dengan koneksi jaringan internet.
Dengan diterapkannya sistem PJJ ini, kegiatan pembelajaran dapat dilakukan bersama-sama menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom sebagai media pembelajaran.
Kasus banyak terjadi ketika penerapan PJJ secara online ini di antaranya, terbatasnya akses ke perangkat komputer dan smartphone. Masih banyak pelajar yang tidak memiliki akses ke perangkat komputer, laptop dan smartphone. Harga kuota internet yang mahal, jaringan internet yang lambat. Padahal, pembelajaran daring membutuhkan jaringan internet yang cukup kuat mengingat media yang digunakan berupa Zoom, Google Meet, Skype dan aplikasi lainnya untuk menghadiri video conference. Kendala lain guru dan siswa belum mahir menggunakan teknologi digital.
Kurang interaktif, meski hal ini tidak selalu terjadi, namun umumnya proses belajar mengajar yang dilakukan secara online menyebabkan proses pembelajaran tidak dapat berlangsung secara interaktif.
Hal-hal tersebut menjadi tantangan baru bagi sekolah di masa pandemi. Pasalnya, belum semua guru memiliki keterampilan dan literasi pembelajaran digital yang memadai dalam menggunakan media digital yang dibutuhkan untuk pembelajaran.
Sekolah daring dengan sistem PJJ menjadi kendala. Belajar menjadi kurang efektif. Maka, pemberdayaan digital harus dimaksimalkan selama pandemi Covid-19 masih melanda. PJJ daring menjadi tantangan bagi dunia pendidikan dengan situasi Indonesia saat ini. Bagaimana teknologi dapat digunakan, bagaimana penyediaan akses internet pada daerah-daerah terpencil, dimana barang komputer, laptop dan smartphone bukan barang yang dimiliki oleh setiap keluarga.
Kita harus bekerja keras membawa teknologi menjawab permasalahan yang terjadi pada pelajar yang kurang beruntung dalam hal ekonomi maupun teknologi.
Keberhasilan PJJ/pembelajaran daring perlu kerja sama sinergis antara guru, sekolah, orang tua, dan peserta didik. Sekolah harus peduli kepada orang tua peserta didik yang tidak mampu membeli kuota atau tidak memiliki sarana digital berupa komputer (PC), laptop ataupun smartphone untuk tetap memfasilitasi. Agar PJJ dapat berjalan optimal. Agar kesuksesan PJJ dapat dicapai semaksimal mungkin. (pm1/lis)
Guru SDN Selomoyo, Kec. Kaliangkrik, Kabupaten Magelang
