RADARSEMARANG.COM, MENURUT pandangan konstruktivisme yang dianut K13, belajar adalah memproduksi pengetahuan. Saguni (2019) mengatakan bahwa siswa harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan di benak mereka.
Muchith (2008) mengatakan bahwa menurut konstruktivisme belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata di lapangan. Dalam konteks pelajaran bahasa Indonesia, maka di sinilah pentingnya kompetensi menulis.
Salah satu kompetensi dasar bahasa Indonesia kelas VIII semester 1 adalah menyajikan informasi dan data dalam bentuk teks eksplanasi secara lisan dan tulis dengan memperhatikan struktur, unsur kebahasaan, atau aspek lisan.
Bahasa sederhananya maksud KD tersebut adalah menulis teks eksplanasi atau menyampaikannya secara lisan dengan memperhatikan aturan struktur dan kebahasaan tulis maupun lisan.
Pada umumnya hal tersebut dipahami bahwa sebelum menulis teks ekplanasi, peserta didik perlu memahami karakteristik, struktur, dan ciri kebahasaan teks eksplanasi tersebut. Demikianlah urutan yang ada pada silabus, buku pelajaran, maupun yang dipraktikkan para guru.
Akan tetapi alur deduktif tersebut berdampak pada teranaktirikannya aspek produksi. Betapa tidak, tiap satu bab (satu teks) diawali dari mengidentifikasi teks, menelaah struktur dan kebahasaan, menyimpulkan isi, yang pembahasannya sering panjang lebar. Setelah itu, baru menulis teks yang biasanya pembahasannya sangat sedikit.
Proporsi yang timpang antara mengkonsumsi dengan memproduksi, tiga banding satu. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bagi peserta didik belajar adalah mengkonsumsi atau menerima pengetahuan dari buku atau guru.
Di samping itu, pada umumnya ketika peserta didik akan menulis teks, otak mereka telah jenuh dengan berbagai teori tentang teks tersebut, sehingga hal ini justru menjerat kreativitas mereka, mau menuangkan ini-itu takut salah. Ini adalah kontradiksi yang mestinya tidak perlu terjadi.
Untuk meningkatkan produktivitas menulis teks bagi peserta didik kelas VIII SMPN 3 Ambarawa, pada beberapa kesempatan penulis menerapkan metode Tulis Sunting Tulis (TST).
Penerapan metode ini untuk mengurangi porsi dan beban teoritis dan meningkatkan porsi praktik, sehingga akan meningkatkan mutu teks yang dihasilkan. Ada tiga langkah pelaksanaan metode ini. Pertama, Tulis segera. Peserta didik tidak perlu banyak membahas teori dengan mengidentifikasi, menelaah struktur dan kebahasaan teks.
Cukup peserta didik membaca contoh teks, lalu diupayakan bisa memahami perbedaan pokok dengan jenis teks lain. Buat peserta didik tertarik dengan teks yang dicontohkan dan merasa mampu menirunya dengan topik lain. Maka peserta didik segera menulis teks mirip yang dicontohkan. Segera dan cepat, tidak perlu takut salah atau berantakan, tidak perlu menghapus, merenung, mengganti kertas, dan lain-lain, hingga cukup 1 halaman (3-5 paragraf).
Kedua, Sunting. Guru mengapresiasi semua siswa terutama yang banyak tulisannnya, meminta peserta didik mencermati tulisannya, bisa saling tukar. Pada saat inilah guru mengenalkan struktur maupun aspek kebahasaan.
Mulai dari hal yang sederhana seperti ejaan, tanda titik, huruf kapital, pilihan kata, di mana peserta didik segera tersadar pada kelupaannya dan bisa memperbaikinya. Setelah itu, bisa dilanjutkan membahas karakteristik kebahasaan yang lain yang terjadi ketidaksesuaian pada tulisan peserta didik.
Ketika peserta didik merasakan bahwa apa yang telah mereka tuangkan adalah sangat berharga dibanding koreksi yang tidak seberapa, mereka akan dengan semangat menuliskan kembali menjadi lebih baik.
Ketiga, Tulis ulang. Peserta didik segera menuliskan kembali teks mereka dengan memperhatikan beberapa tanda atau coretan tentang hurup kapital, ejaan, pilihan kata, maupun catatan yang ada. Hasil tulis ulang ini tentu jauh lebih baik. Jika ternyata masih memerlukan banyak perbaikan, bisa dilakukan penyuntingan dan penulisan ulang kembali.
Dengan menerapkan metode TST ini penulis menyimpulkan bahwa peserta didik lebih aktif dan bersemangat belajar. Di samping itu, hasil tulisan peserta didik lebih banyak dan lebih baik. Teori yang dipelajari tidak menjadi beban dan tidak membuat jenuh. (ra1/zal)
Guru SMPN 3 Ambarawa