RADARSEMARANG.COM, DALAM Kamus Umum Bahasa Indonesia, muatan lokal adalah kurikulum yang berisi mata pelajaran yang disesuaikan dengan kepentingan daerah. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003).
Sedangkan dasar pengembangan muatan lokal tersebut tidak bisa terlepas dari karakteristik utama yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pada prinsipnya KTSP memberikan kewenangan atau otonomi penuh kepada tiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum berdasarkan kebutuhan, potensi dan tuntutan lingkungan sekitar. (E. Mulyasa, 2006).
Memilih pendalaman kitab suci berupa BTQ bagi yang beragama Islam menjadi muatan lokal di SMP Negeri 2 Salatiga tentu telah melalui berbagai pertimbangan. Dikembangkan atas dasar analisis kebutuhan, tuntutan agar peserta didik mahir membaca Alquran setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SMP Negeri 2 Salatiga. Berdikusi dengan komite, orang tua wali peserta didik bahkan meminta pertimbangan dengan dinas pendidikan.
Alasan utama baca tulis al-qur’an dijadikan muatan lokal sekolah adalah rendahnya kemampuan peserta didik dalam membaca Alquran. Hal ini diketahui dari nilai ujian praktek membaca Alquran peserta didik kelas IX pada tahun 2020/2021.
Dari 200 peserta didik yang beragama Islam, hanya 13 peserta didik yang mendapat nilai A atau rentang nilai antara 91 sampai dengan 100. Kriteria nilai A adalah lancar dalam membaca, benar dalam hal tajwid dan makhrojnya.
Peserta didik dengan nilai B atau rentang nilai antara 83 sampai dengan 90 merupakan kelompok yang banyak yaitu 87. Kriteria nilai B adalah lancar dalam membaca kurang dalam tajwid dan makhrojnya.
Peserta didik dengan nilai C atau rentang nilai 75 sampai dengan 82 adalah 40 orang. Kriteria nilai C adalah tidak lancar membaca dan sangat kurang dalam hal tajwid dan makhrojnya.
Sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai D atau nilai dibawah nilai 75 dengan kriteria belum Alquran sangat tidak lancar, sama sekali tidak memahami tajwid dan makhrojnya adalah 43 anak. Sedangkan peserta didik dengan nilai E karena sama sekali belum bisa membaca Alquran sebanyak 17 orang.
Tahap-tahap pegembangan muatan lokal BTQ. Langkah strategis yang ditempuh dalam pengembangan muatan kurikulum ini adalah menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Membuat silabus dan RPP serta menentukan model penilaian yang tepat. Sekolah melakukan studi banding ke sekolah lain yang telah melaksanakan muatan lokal BTQ agar dapat menelaah kurikulum yang telah digunakan. Guru PAI menjalin komunikasi dengan sekolah-sekolah yang telah melaksanakan muatan lokal BTQ melalui MGMP PAI tingkat Kota maupun Provinsi.
Kurikulum BTQ yang diperoleh melalui studi banding maupun komunikasi dengan sekolah lain selanjutnya ditelaah dibandingkan dengan kurikulum ekstrakurikuler BTQ yang telah dilaksanakan. Hasil telaah kurikulum BTQ disesuaikan dengan kebutuhan tuntutan maupun sumber daya di SMP Negeri 2 Salatiga.
Pemetaaan Kemampuan Membaca Alquran. Pemetaan kemampuan membaca al-Qur’an dilaksanakan pada awal tahun pelajaran 2021/2022 untuk mengetahui kemampuan membaca al-Qur’an peserta didik baru. Dari 207 peserta didik yang beragama Islam terdapat 44 anak yang belum bisa membaca al-Qur’an, 143 anak belum lancar dan belum memahami penerapan hukum tajwid.
10 anak telah mampu membaca al-Qur’an dengan lancar dan menerapkan hukum tajwid dengan benar, 7 anak diantaranya telah khatam membaca Alquran lebih dari 3 kali. Dari hasil data tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi 12 kelompok sesuai kemampuan membaca. Pelaksanaan mulok dua kali dalam sepekan yaitu hari Rabu dan Sabtu dibimbing oleh para guru yang diberi tugas. (dd1/zal)
Guru SMPN 2 Salatiga