RADARSEMARANG.COM, SATU setengah tahun lebih telah berlalu sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global, dengan banyak sekolah menjalani sebagian besar dari waktu tersebut dalam karantina kewilayahan. Menurut S. Gopinathan, Penasihat Akademis The Head Foundation, ketidakpastian dan kesulitan yang dialami selama pandemi membawa urgensi yang lebih besar untuk membangun budaya positif sekolah sambil melangkah maju ke era pendidikan yang baru. Harus diakui bahwa banyak kepala sekolah tidak punya pilihan dalam menghadapi pandemi yang belum diketahui kapan akan berakhir. Kepemimpinan kepala sekolah yang suportif, hubungan yang mendalam dengan komunikasi yang lebih luas, kolaborasi antarguru, dan penekanan pada empati dapat berdampak positif pada hasil belajar siswa. Budaya positif sekolah dapat meningkatkan kehadiran dan prestasi akademis, serta meningkatkan kinerja guru dan potensi siswa.
Lalu, apa yang dimaksud budaya positif sekolah itu? Michael Fullan dalam Leading in a Culture of Change menyatakan bahwa budaya sekolah adalah pedoman keyakinan dan ekspektasi yang terlihat jelas dalam cara bagaimana sebuah sekolah dijalankan. Budaya sekolah adalah pengaruh dan sikap mendasar yang ada di dalam sekolah dan dapat dilihat dari kualitas interaksi, upaya, dan pekerjaan yang dilakukan. Edgar H. Schein dalam The Culture Triangle memaparkan kerangka budaya tiga tingkat, yakni asumsi dasar, nilai yang dianut, dan artefak.
Pemahaman warga sekolah (stake holders) terhadap asumsi-asumsi dasar sangat membantu kepala sekolah dalam mengelola ekspektasi guru dan siswa. Asumsi dasar tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk visi sekolah dan semangat untuk mencapainya.
Nilai-nilai yang dianut di sekolah ialah nilai-nilai yang dapat diartikulasikan, diukur, dan diuji di lingkungan sekolah. Di SMP Negeri 1 Patean, sebagai salah satu Sekolah Penggerak di Kabupaten Kendal, nilai-nilai itu adalah enam dimensi Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia, Berkebinekaan Global, Mandiri, Bergotong Royong, Bernalar Kritis, dan Kreatif.
Artefak merupakan indikator budaya sekolah yang paling jelas dan mudah dikenali. Artefak adalah ciri-ciri fisik yang nampak yang membentuk kesan pertama sebuah sekolah. Halaman sekolah yang bersih dan siswa yang sopan, misalnya, masuk dalam kategori ini. Indikator utama tentunya kinerja guru, prestasi sekolah, dan pengakuan dari masyarakat.
Dalam membangun budaya positif sekolah, ada tiga pertimbangan utama yang perlu diperhatikan. Pertama, menelusuri sumber masalah. Selain segera merespons masalah yang muncul dengan solusi-solusi langsung dan jangka pendek, kepala sekolah harus meluangkan waktu untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan akar masalah yang berulang. Mengidentifikasi akar dari berbagai masalah yang muncul adalah kunci untuk mengembangkan solusi jangka panjang dan berkelanjutan. Misalnya di SMP Negeri 1 Patean, ketika pandemi memaksa sekolah tutup, banyak siswa yang tidak memiliki perlengkapan memadai untuk belajar secara virtual dari rumah. Kurangnya sumber daya yang dialami sebagian siswa membuat siswa kesulitan untuk menghadiri kelas virtual. Salah satu solusi yang dilakukan adalah dengan program guru kunjung. Silaturahmi guru kunjung ke rumah siswa dan orang tuanya merupakan budaya sekolah yang didukung oleh kearifan lokal hampir semua desa di Kecamatan Patean.
Kedua, memperoleh kemenangan yang mudah lebih awal. Karena memahami akar masalah dan mengubah pola pikir dominan membutuhkan waktu dan usaha, maka mengambil langkah awal dengan cara menyelesaikan masalah-masalah yang tergolong mudah dapat meningkatkan semangat orang tua, siswa, dan guru karena adanya kemajuan yang terlihat.
Ketiga, sebelum mengambil tindakan, kepala sekolah harus mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kesuksesan, menetapkan target, dan memantau hasilnya secara rutin. Visi yang berhasil diterapkan untuk budaya sekolah yang lebih baik harus dapat diukur dengan data ataupun perilaku yang dapat diamati. Meskipun kegagalan adalah bagian penting dari sebuah proses, metode berulang ini memastikan setiap hasilnya lebih efektif daripada hasil sebelumnya, dan setiap siklus adalah proses pembelajaran untuk siklus berikutnya. Demikian, tiga langkah utama yang dilakukan di SMP Negeri 1 Patean dalam membangun budaya positif sekolah pada masa pandemi Covid-19 ini. (ips2/zal)
Kepala SMPN 1 Patean, Kendal