RADARSEMARANG.COM, SUDAH hampir dua tahun kegiatan belajar mengajar berdamai dengan pandemi Covid-19. Kini guru dan peserta didik sudah mulai bisa menyesuaikan kondisi dengan menemukan cara untuk tetap bisa terus melanjutkan pendidikan. Wajib belajar sembilan tahun pun terus dicanangkan. Bahkan, belajar sepanjang hayat. Guru pun tidak kalah, harus terus belajar mengikuti seminar, pendidikan pelatihan (Diklat), dan workshop secara daring.
Salah satu strategi pembelajaran yang bisa dipakai dan menjadi pilihan sekarang adalah blended learning atau pembelajaran campuran. Jadi sebagian online, sebagian tatap muka (offline), dalam satu alur belajar (learning path).
Dengan belajar tatap muka, mendapatkan umpan balik langsung dari guru dan teman. Sedang dengan belajar daring, ciri khasnya belajar mandiri. Karena itu, karakteristik materinya juga berbeda. Tatap muka karakteristik materinya, mendukung terjadinya interaksi antarsiswa atau guru-siswa. Guru bisa menggali dan mencari tahu miskonsepsi siswa dengan karakteristik materi belajar daring. Karakteristik materi belajar daring yaitu, mudah diterima siswa. Siswa tahu apa yang harus dilakukan dengan bantuan minimal. Jawaban siswa lebih stronght forward dan miskonsepsi siswa lebih mudah tertangkap.
Sedangkan tahapan melaksanakan blended learning, yaitu 1) sarana dan prasarana yang meliputi a) peralatan kesehatan, tempat cuci tangan, hand sanitizer, thermo gun, dan masker cadangan. b) Pengaturan kapasitas kelas maks 50 persen. Meliputi, PAUD/TK 5 orang, SD/SMP/SMA 18 orang, pendidikan luar sekolah 5 orang. c) Pengaturan tata letak meja dan kursi. d) Sarana edukasi, berupa spanduk dan poster tentang kebersihan.
2) Kesiapan SDM sekolah, terdiri atas a) guru dan tenaga pendidik (tendik) sehat dan sudah divaksin, b) pelatihan/workshop untuk guru, c) semua warga sekolah disiplin memakai masker kain 3 lapis/masker bedah diganti 4 jam sekali, d) jaga jarak 1,5 meter, dan e) pengaturan lalu lalang orang.
3) Koordinasi dengan stakeholder, meliputi a) koordinasi dengan Satgas Covid-19 dan puskesmas setempat, b) pembuatan Standar Operating Procedure (SOP) sekolah, c) perizinan dan sosialisasi kepada orang tua, d) pengaturan jam belajar perhari, dan e) pengaturan lalu lintas dan jam penjemputan.
Setelah semua syarat terpenuhi, dapat menggunakan strategi pembelajaran blended learning yang meliputi tujuh model. Yaitu station rotatio, lab rotation, individual rotation, flipped classroom, flex, a la Carte, dan enriched virtual.
Station rotation adalah menggabungkan ketiga stasiun atau spot dalam satu jam tatap muka dibagi menjadi tiga kegiatan (online instruction, teacher-led instruction dan collabarative activites and station).
Lap ratation blended learning yaitu pengaturan jadwal yang flesibel. Individual rotation adalah pembelajaran sesuai jadwal individu yang ditetapkan dosen. Flipped classroom yaitu pembelajaran tradisional namun dijalankan dengan konteks yang baru. Flex blended learning, yaitu pembelajaran online merupakan inti atau tulang punggung pembelajaran siswa, namun masih didukung aktivitas pembelajaran offline (pengajaran kelompok kecil, proyek, dan bimbingan pribadi).
A La Carte maksudnya siswa mendapatkan pembelajaran tambahan online di luar pembelajaran tatap muka inti di sekolah. Enriched virtual, siswa mendapatkan materi inti secara online, namun tetap datang ke sekolah untuk mendapatkan pengayaan secara berkala.
Untuk memperjelas model pembelajaran blended learning penulis mengambil salah satu contoh model pembelajarannya agar mudah dipraktikan. Langkah pembelajaran flipped classroom model, pertama, guru menyiapkan memecah topik 1 menjadi poin-poin yang dibahas online dan offline. Kedua, absen 1-18 akan mempelajari materi topik offline di minggu 1 dan topik 1 online di minggu kedua. Ketiga, absen 19-36 akan mempelajari materi topik 1 online di minggu 1 dan topik 1 offline di minggu kedua. (rs1/ida)
Guru SDN 01 Wiroditan, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan