RADARSEMARANG.COM, Bermain peran atau sosiodrama adalah kegiatan yang sangat menyenangkan bagi anak TK sampai anak SD kelas rendah, apalagi kisahnya sangat menarik. Ada yang sangat menyenanginya dan kemudian mencoba menirukan memainkan peran tokoh yang disuka. Tidak sedikit anak yang kemudian sering tampil menjadi pemeran tokoh dalam pementasan di sekolahnya.
Memeragakan pesan dalam dongeng merupakan salah satu kompetensi dalam muatan pelajaran bahasa Indonesia di kelas III pada aspek keterampilan. Namun kegiatan memeragakan pesan dalam dongeng tersebut jarang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran.
Biasanya hanya mendengarkan cerita atau membaca cerita, kemudian menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan. Demikian juga di kelas III SDN Bringin 1 Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Hal inilah yang menjadikan tujuan pembelajaran menjadi kurang berhasil dan tidak bermakna bagi peserta didik.
Untuk itu penulis mencoba menerapkan metode sosiodrama dalam pembelajaran dengan materi dongeng anak gembala dan serigala. Dengan harapan atau tujuan agar peserta didik dapat memeragakan pesan dalam dongeng dengan baik.
Sanjaya dalam Fatkhan (2019) menyatakan, “Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga otoriter dan lain sebagainya.”
Sosiodrama atau bermain peran menekankan kenyataan para peserta didik diikutsertakan dalam permainan peranan di dalam mendemostrasikan masalah-masalah sosial. Dengan bermain peran atau sosiodrama peserta didik terlibat secara langsung dalam pembelajaran, dari perencanaan sampai membuat kesimpulan.
Sosiodrama merupakan metode yang yang dipilih karena memiliki keunggulan. Antara lain memberi kesempatan kepada anak-anak untuk berperan aktif mendramatisasikan sesuatu masalah sosial yang sekaligus melatih keberanian serta kemampuanya melakukan suatu adegan di muka orang. Suasana kelas sangat hidup karena perhatian para murid semakin tertarik melihat adegan seperti keadaan yang sesungguhnya.
Para siswa dapat menghayati suatu peristiwa, sehingga mudah memahami, membanding-banding, menganalisis serta mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri, siswa menjadi terlatih berpikir kritis dan sistematis.
Dalam melaksanakan sosio drama siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan, menggambarkan, mengungkapkan, suatu sikap yang dipikirkan seandainya ia menjadi tokoh yang diperankannya secara spontan (Abu Ahmadi).
Metode sosiodrama memiliki langkah-langkah. Langkah pertama adalah pada pijakan awal dijelaskan dan diskusikan pada anak pemilihan tema dan judul drama yang akan dimainkan. Kedua adalah mebuat persiapan naskah atau ringkasan cerita bila diperlukan.
Ketiga adalah persiapan setting tempat, waktu, kesepakatan berapa lama drama dimainkan dan jumlah anak yang menerima peran. Keempat adalah menetukan pemeran, properti, kostum dan tata busana yang akan digunakan masing-masing anak yang menerima tugas sebagai pemeran.
Kelima adalah akhiri permainan sesuai dengan kesepakatan di akhir cerita atau jika situasi anak tidak memungkinkan lagi. Keenam adalah menentukan dalam kesepakatan kelas apakah drama ini akan dilanjutkan pada perpisahan atau acara lainnya. Dan terakhir adalah beres-beres.
Melalui metode sosiodrama ini, penulis menyimpulkan bahwa peserta didik merasa lebih terpacu untuk dapat meningkatkan keterampilan memeragakan pesan dalam dongeng melalui cara yang menyenangkan. Mempunyai keberanian mengekspresikan diri mereka di muka orang, suasana di kelas menjadi sangat hidup, menambah kepercayaan diri, anak-anak menjadi terlatih berpikir kritis dan sistematis, dan tidak membosankan. (pm1/lis)
Guru SDN Bringin 1, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang