RADARSEMARANG.COM, Bangsa Indonesia saat ini masuk dalam masa krisis budaya literasi. Oleh karena itu, pemerintah selalu menggaung-gaungkan budaya literasi. Dunia pendidikan menjadi sasaran utama peningkatan budaya literasi karena literasi berkaitan erat dengan pendidikan.
Budaya literasi dalam dunia pendidikan identik dengan kebiasaan peserta didik dalam membaca buku. Padahal yang dimaksud literasi tidak sekadar kebiasaan membaca saja, namun berkaitan juga dengan kebiasaan untuk menulis. Tingkat kebiasaan membaca meningkat juga akan menyokong meningkatkan minat seseorang dalam menulis. Upaya mendukung budaya literasi mulai dicanangkan di dunia pendidikan dengan cara mendorong peserta didik dan pendidik untuk banyak membaca dan menulis.
Menulis merupakan salah satu kompetensi yang termuat dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Salah satu kompetensi menulis yang diukur yakni menulis teks eksplanasi. Menulis teks eksplanasi termuat dalam Kurikulum 2013 kelas VIII. Menulis teks eksplanasi pada dasarnya adalah kegiatan menulis informasi tentang suatu fenomena yang terjadi. Fenomena yang diinformasikan berkaitan dengan fenomena alam, sosial, maupun fenomena budaya. Meskipun fenomena tersebut akrab dengan kita, namun peserta didik mengalami kesulitan dalam pembelajaran ini.
Peserta didik sering kali mengalami kendala dalam menuangkan dalam bentuk tulisan karena merasa minimnya informasi yang akan ditulis. Selain itu, hasil tulisan kurang runtut dan belum satu kesatuan. Hal inilah yang menjadikan pembelajaran menulis teks eksplanasi belum berhasil.
Persoalan yang terjadi dalam pembelajaran ini mendorong guru untuk memecahkan persoalan tersebut. Guru berupaya memberikan gambaran tentang fenomena yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan dalam bentuk video animasi. Video animasi yang diberikan guru berupa sebuah fenomena tentang proses suatu kejadian maupun sebab akibat suatu fenomena. Menurut Agus (2020) video animasi adalah sebuah gambar bergerak yang berasal dari kumpulan berbagai objek yang disusun secara khusus sehingga bergerak sesuai alur yang sudah ditentukan pada setiap hitungan waktu. Sementara itu untuk mengarahkan tulisan peserta didik menjadi runtut guru menggunakan teknik mind mapping. Tony Buzan dalam (Sugiarto: 2004) menerangkan mind map (peta pikiran) merupakan suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan oleh guru untuk meningkatkan daya hafal peserta didik dan pemahaman konsep peserta didik yang kuat, peserta didik juga dapat meningkatkan daya kreativitas melalui kebebasan berimajinasi.
Penerapan model pembelajaran ini diawali dengan guru memberikan video animasi tentang suatu fenomena untuk diamati oleh peserta didik. Setelah mengamati video animasi, peserta didik kemudian mencatat poin-poin pokok peristiwa yang ada dalam video animasi tersebut. Poin-poin pokok peristiwa tersebut disusun menjadi sebuah peta pikiran sebagai kerangka karangan yang runtut. Peserta didik kemudian mengumpulkan informasi sebagai bahan tulisan sesaui dengan peta pikiran tersebut. Setelah dirasa informasi yang dibutuhkan tercukupi, peserta didik mengembangkan menjadi sebuah teks eksplanasi. Tahapan terakhir peserta didik menyunting karangan yang akan dikumpulkan ke guru. Di sini guru bertugas sebagai fasilitator dan monitoring proses menulis teks eksplanasi.
Pemanfaat video animasi dan metode mind mapping mampu meningkatkan kompetensi peserta didik dalam menulis teks eksplanasi. Selain itu, peserta didik merasa pembelajaran menulis teks eksplanasi menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sri Susanti (2016) bahwa hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan setelah menerapkan metode mind mapping pada proses pembelajarannya dengan tingkat ketercapaian sekitar 95 persen. Maka, pemanfaatan video animasi dan metode mind mapping cocok direkomendasikan untuk pemebelajaran menulis teks eksplanasi. (pm2/lis)
Guru Bahasa Indonesia SMPN 2 Candiroto Satu Atap, Kabupaten Temanggung