RADARSEMARANG.COM, Pembelajaran membaca permulaan dilaksanakan awal tahun pembelajaran di kelas rendah (khususnya kelas 1). Input peserta didik berbagai macam latar belakang, ada yang sudah dari Taman Kanak – Kanak (TK), ada juga yang berasal dari Rumah Tangga (RT). Guru harus memahami karakteristik kemampuan setiap anak. Menurut Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini merupakan perhatian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan – bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran.
Menurut Yulia Ayriza, Chaer, Purwanto dan Alim (dalam Lucky Ade 2007: 9), huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf -huruf ini, ditambah dengan huruf – huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan, sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996: 50), membaca permulaan harus dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pramembaca dan membaca.
Pada tahap pramembaca anak akan diajarkan sebagai berikut: a) Sikap yang baik pada waktu membaca, seperti sikap duduk yang benar. b) Cara anak meletakkan buku di meja. c) Cara anak memegang buku. d) Cara anak dalam membuka dan membalik-balik buku. e) Cara anak melihat dan memperthatikan tulisan. Pada tahap membaca permulaan, dititikberatkan pada kesesuaian antara tulisan dan bunyi yang ada, kelancaran dan kejelasan suara, pemahaman isi atau makna. Persiapan membaca didukung dengan pengalaman keaksaraan seperti membaca buku atau sering menggunakan tulisan maupun simbol saat pembelajaran. Bahan-bahan untuk membaca permulaan harus sesuai dengan bahasa dan pengalaman anak.
Pada tahap membaca permulaan siswa mulai diperkenalkan dengan berbagai simbol huruf, mulai dari simbol huruf /a/ sampai dengan /z/. Ada 4 kelompok karakteristik siswa yang kurang mampu membaca permulaan, yaitu dilihat dari: (1) kebiasaan membaca, (2) kekeliruan mengenal kata, (3) kekeliruan pemahaman, dan (4) gejala-gejala lainnya yang beraneka ragam. Siswa yang sulit membaca, sering memperlihatkan kebiasaan dan tingkah laku yang tidak wajar. Gejala-gejala gerakannya penuh ketegangan seperti: (1) mengernyitkan kening, (2) gelisah, (3) irama suara meninggi, (4) menggigit bibir, dan (5) adanya perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau mencoba melawan guru. Gejala-gejala tersebut muncul akibat dari kesulitan siswa dalam membaca. Indikator kesulitan siswa dalam membaca permulaan, antara lain: (1) siswa tidak mengenali huruf, (2) siswa sulit membedakan huruf, (3) siswa kurang yakin dengan huruf yang dibacanya itu benar, dan (4) siswa tidak mengetahui makna kata atau kalimat yang dibacanya.
Menurut Depdikbud (1986) huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf-huruf ini ditambah dengan huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t dan u (Sejati, 2016). Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan merupakan tahapan membaca dengan ditandai penguasaan kode alfabetik, yaitu anak hanya sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem serta menggabungkan fonem menjadi suku kata hingga membentuk kata sederhana.
Pemahaman dalam membaca permulaan, di sisi lain hanya menuntut siswa untuk mampu melafalkan lambang-lambang bunyi dan memahami makna bacaan secara sederhana. Pusat perhatian membaca permulaan adalah membantu siswa untuk belajar membaca. Maka pembelajaran membaca permulaan di kelas 1, siswa lebih banyak dituntut untuk melafalkan lambang bunyi bahasa tulis daripada untuk memahami dan menafsirkan isi bacaan.
Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Banyak pakar pendidikan mencari solusi bagaimana cara memperbaiki pembelajaran kemampuan membaca permulaan. Belajar membaca permulaan sebaiknya dilakukan melalui gambar-gambar dengan kata-kata sederhana, sebagai jembatan mempermudah peserta didik bisa membaca. Membaca permulaan sebagai fondasi untuk berkelanjutan dalam membaca pehamaman di kelas tinggi, juga di jenjang yang lebih tinggi berkesinambungan yang tak terbatas. (ss2/ton)
Guru SDN Kutowinangun 05 Kota Salatiga.