31.5 C
Semarang
Monday, 23 June 2025

Lawatan Sejarah sebagai Model Pembelajaran

Oleh : Imam Munadjad, S.Pd.M.Pd

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Selama ini pembelajaran IPS sejarah identik dengan hal-hal menghafal, bercerita/bertutur. Berkisah hal-hal usang sehingga kurang menarik bahkan cenderung monoton dan membosankan Tidak sedikit guru sejarah yang mengidolakan “ceramah” sebagai metode andalan dalam pemebelajaran IPS sejarah. Memprihatinkan lagi, guru pengampu bukan berlatar belakang pendidikan IPS Sejarah. Lengkap sudah “penderitaan” pelajaran sejarah. Lalu begaimana membuat pembelajaran sejarah menjadi pembelajaran aktif inovtif kreatif menarik gembira rekreatif berbobot (paikem gembrot)?

Salah satunya dengan mempraktikan model pembelajaran lawatan. Menurut Susanto Zuhdi lawatan sejarah adalah program penjelajahan masa lalu melalui kunjungan ke tempat-tempat bersejarah. Berupa makam tokoh, tempat pengasingan, komunitas masyarakat, dan juga pusat-pusat kegiatan ekonomi (Lestariningsih, 2007:3).

Sementara beberapa pakar mendefinisikan lawatan sejarah adalah suatu kegiatan perjalanan mengunjungi situs bersejarah (a trip to historical sites). Lawatan sejarah juga merupakan usaha menjadikan sejarah sebagai kata kerja : learning to do, juga learning to know, learning to live together dan leraning to be. Dalam konteks NKRI, lawatan sejarah adalah caracter building, menumbuhkembangkan sikap patriotisme dan nasionalisme. Lawatan sejarah dapat dikembangkan melalui landasan teori behavioristic, kognitif maupun konstruktivistik. Tinggal bagaimana guru mengemasnya. Untuk mengemasnya kita mengenal istilah “edutainment” yang dapat diartikan program pendidikan atau pembelajaran yang dikemas dalam konsep hiburan sedemikian rupa. Sehingga yang terlibat tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang diajak untuk belajar atau memahami nila-nilai (value).

Diawali dengan pembelajaran di kelas, kemudian pada tahap persiapan menentukan objek lawatan, jadwal, alokasi waktu, titik kumpul dan biaya. Tahap aplikasi dapat dikembangkan teknik-teknik entertainment seperti sounds, musik, ilustrasi, video presentasi, games, kuis, pesan-pesan inspirasi.

Kegiatan lawatan sejarah dapat dilaksanakan one day atau sesuai kondisi di lapangan. Penulis pernah melaksanakan kegiatan lawatan sejarah di kawasan Kota Lama yang populer dengan sebutan Little Netherland dan Lawang Sewu.

Kawasan ini memiliki korelasi dengan materi pembelajaran “Kedatangan Bangsa-Bangsa Barat di Indonesia dan Kondisi Masyrakat Indonesia pada Masa Penjajahan.“

Kawasan Kota Lama Semarang merupakan saksi bisu sejarah Indonesia masa kolonial Belanda lebih dari 2 abad. Terdapat kurang lebih 50 bangunan kuno dengan Gereja Blenduk sebagai landmark masih berdiri kukuh dan mempunyai sejarah kolonialisme di Semarang.

Demikian juga Lawang Sewu yang yang menjadi ikon kota Semarang. Kunjungan memanfaatkan waktu jeda semester, usai peserta didik menempuh penilaian semester. Peserta didik diajak mengenal sekaligus berinteraksi dengan sumber, bukti dan fakta sejarah secara langsung. Misalkan saja sumber lisan, menyaksikan langsung jejak-jejak sejarah berupa bangunan-bangunan bersejarah serta monumen peringatan.

Beberapa testimoni peserta mengungkapkan setelah mengikuti kegiatan lawatan sejarah tingkat lokal Kota Semarang, peserta merasa mendapatkan “sesuatu yang baru” yang berbeda. Misalnya memperoleh fakta atau informasi terkini suatu materi/topik yang tidak diperoleh dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Artinya peserta didik dapat membuktikan, mengkorelasikan atau mengkritisi kebenaran konsep yang diperoleh dari gurunya dengan kebenaran, temuan-temuan faktual di lapangan.

Metode lawatan sejarah memilik kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah pertama menerapkan prinsip pembelajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pembelajaran. Kedua, membuat materi yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan di lapangan. Ketiga, pembelajaran lebih menarik. Keempat, dapat memotivasi kreativitas, daya kritis analisis serta inovatif peserta didik.

Adapun kekurangannya, memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak. Perencanaan dengan persiapan yang matang. Sering unsur rekreasi lebih dominan daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan. Memerlukan pengawasan yang lebih ekstra terhadap setiap aktivitas peserta didik di lapangan. Lawatan sejarah sebagai metode pembelajaran, mampu menumbuhkan gairah dan minat belajar peserta didik. Bagi guru sebagai usaha meningkatkan kualitas pembelajaran. Dan bagi sekolah untuk lebih mendukung dengan memfasilitasi kegiatan belajar mengajar di luar kelas. Sehingga terkondisi suasana belajar yang menarik, menyenangkan, aktif, kreatif, dan inovatif. (ipa1/lis)

Guru IPS SMPN 41 Semarang.


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya