RADARSEMARANG.COM, PANDEMI adalah masa kompromi. Terhadap segala hal. Baik yang pokok maupun tidak. Cara-cara kita dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari yang semula sudah mempunyai pakemnya masing-masing, dipaksa untuk mau sedikit menurunkan standar menjadi tidak begitu ideal. Mulai dari ibadah sampai adat dan kebiasaan-kebiasaan kita sehari-hari. Pandemi benar-benar menyerang semua lini kehidupan.
Termasuk bentuk layanan konseling individu yang dilakukan oleh seorang guru BK di sekolah. Dengan model pembelajaran daring yang tidak memungkinkan untuk dapat melayani semua murid secara tatap muka, ada beberapa prinsip yang mau tak mau harus dilanggar. Padahal menurut Sukardi dan Kusmawati dalam bukunya; Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah (2008), konseling individu adalah layanan bimbingan konseling yang memungkinkan klien mendapatkan layanan langsung secara tatap muka dengan konselor dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dideritanya.
Dengan demikian, karena tidak adanya pertemuan secara langsung antara klien dan konselor. Dalam hal ini dilakukan oleh Guru BK dengan siswa yang bermasalah, membuat layanan yang diberikan menjadi kurang maksimal. Tidak dapat berjalan dengan efektif dan tidak dapat dijamin ketuntasannya. Sementara secara teknik dan metode yang digunakan dalam proses pemecahan suatu masalah. Selama ini, kita kenal beberapa tahapan pokok yang musti dilalui. Di antaranya adalah attending, empati, refleksi, eksplorasi, paraphrasing, dan seterusnya.
Contoh attending. Sebuah teknik yang dilakukan oleh konselor dalam upaya membangun rasa aman dan kenyamanan dalam diri klien. Teknik ini memudahkan proses yang akan dilakukan selanjutnya. Sebab dengan adanya attending, diharapkan dapat melahirkan rasa percaya kepada konselor yang ada di hadapannya.
Perilaku attending meliputi kontak mata, gestur, dan bahasa verbal. Kontak mata ketika dalam proses konseling individual diusahakan tetap fokus kepada klien. Hal ini bertujuan agar klien merasa bahwa apa yang klien bicarakan benar-benar didengar oleh konselor. Gestur adalah bahasa tubuh seorang konselor yang diperlihatkan ketika menghadapi klien, seperti ekspresi wajah yang menunjukkan ketenangan, ataupun sekadar posisi tubuh yang condong ke arah klien agar konselor tampak antusias dan siap. Namun kini proses konseling diberikan kepada siswa secara online, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Dalam banyak hal kita terbantu dengan adanya media semacam Whatsapp, Zoom, Google Meet, dan lainnya. Jarak seakan dilipat. Kita dapat bertemu, saling menyapa, bertukar informasi, dan memunculkan wajah masing-masing meski berada di tempat yang tidak sama. Teknologi begitu memanjakan dan memudahkan pekerjaan kita. Namun dalam hal ini, karena proses konseling merupakan bentuk usaha mengentaskan klien dari permasalahannya. Hal ini memerlukan tahapan-tahapan dan proses yang tidak dapat sekali jadi. Pada praktiknya media-media tersebut seyogyanya digunakan untuk sebatas alat saja. Seperti mempercepat tindakan, memudahkan koordinasi, dan mengorek informasi-informasi tambahan. Bukan bentuk utama layanan konseling itu sendiri.
Apabila dialihkan secara keseluruhan, dari awal hingga akhir dilakukan secara online, yang terjadi adalah proses konseling hanya sebatas formalitas. Kedua belah pihak, pada dasarnya menyadari bahwa apa yang dilakukan itu bukan tindakan yang tepat, efektif, dan benar-benar ampuh menyelesaikan masalah. Biar bagaimana pun ada sesuatu yang kurang. Justru kerao menimbulkan masalah baru, sebab tidak adanya pemahaman yang sama antara kedua belah pihak. Kadang pesan melenceng karena hal-hal sepele, misalnya tidak memakai tanda baca yang tepat ketika sesi tanya jawab berlangsung via WA.
Seiring kemampuan adaptasi dalam menyesuaikan dengan kebiasaan-kebiasaan baru ini, alangkah baiknya konseling individu tetap dilakukan secara tatap muka. Tentu saja dengan mengindahkan protokol kesehatan ketat. Konseling berlangsung dengan tetap menjaga jarak dan tidak melepas masker. Apabila banyak, dapat dibuat jadwal yang rapi. Sehingga manfaat dan tujuan konseling individu tidak saja tercapai, namun macam-macam proses yang dilalui juga tetap menjadi hal yang berarti. (*/ida)
Guru SMPN 3 Grogol, Sukoharjo, dan email letisiasukamto8484@gmail.com