RADARSEMARANG.COM, SELAMA 75 tahun kemerdekaan Indonesia, pola pendidikan masih dominan menggunakan tatap muka, terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sebagian besar masyarakat masih meyakini bahwa kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka adalah yang paling ideal karena adanya interaksi antara guru dan siswa secara langsung. Di dalam lingkungan pendidikan terjadi proses transfer pengetahuan dari guru, penanaman nilai-nilai moral kepada siswa. Tidak kalah penting, adanya interaksi sosial yang terjalin sesama siswa selama di sekolah.
KBM tatap muka memudahkan dalam interaksi dan komunikasi. Selain itu, sumber dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dan siswa sudah tersedia. Hal lainnya adalah KBM tatap muka tak harus menggunakan jaringan internet atau piranti informasi dan teknologi (IT) lainnya, meski ada beberapa lembaga pendidikan yang sudah menggunakannya. Utamanya adalah memudahkan guru dalam penilaian karakter, pengawasan, dan meminimalisasi kejenuhan ataupun stress pada siswa.
Namun, wabah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, memaksa kita untuk keluar dari zona nyaman kegiatan belajar mengajar tatap muka. Guru yang biasanya hadir mengajar di ruang kelas, berhadapan dengan siswa secara langsung, mendadak harus mengajar tanpa hal-hal tersebut. Konsep pembelajaran daring dan luring menjadi pilihan yang harus diambil.
Sebagian besar guru, apalagi di lingkup kota kecil atau pedesaan jarang sekali yang mengajar menggunakan piranti IT. Selama ini yang sering digunakan adalah proyektor yang ditayangkan langsung di depan siswa. Kondisi pandemi yang mengharuskan siswa tetap di rumah untuk pencegahan penyebaran Covid-19 membuat guru mau tidak mau harus belajar untuk menggunakan teknologi dalam pembelajaran. Sesuatu yang selama ini tidak familiar akhirnya menjadi bisa dilakukan karena dipaksa oleh keadaan. Guru mulai mengenal dan belajar cara membuat google form, google classroom, dan e-learning untuk membantu pemberian penugasan pada siswa, maupun melakukan penilaian.
Tak hanya itu, penggunaan teknologi untuk menjembatani pertemuan antara guru dan siswa pun bermunculan. Adanya zoom meeting, google meet, dan banyak aplikasi lainnya yang memudahkan guru mengajar, meskipun guru harus belajar lebih untuk menggunakan teknologi tersebut. Keberadaan share screen pada zoom meeting dan google meet membuat guru tak terkendala untuk menyampaikan materi secara langsung. Semangat hikmah di balik musibah terus berlanjut. Animo guru untuk terus belajar dan meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran juga melahirkan komunitas-komunitas guru pembelajar. Saling berbagi ilmu pembelajaran melalui webinar-webinar dan forum diskusi ilmiah daring lainnya.
Inilah hikmah di balik musibah. Akan selalu ada kebaikan dan hal positif yang bisa dilakukan selama pandemi dalam lingkungan pendidikan. Tak ada gunanya meratapi dan terpuruk dengan keadaan. Guru harus berani keluar dari zona nyaman dan melakukan perubahan dalam pembelajaran agar siswa tetap terpenuhi haknya belajar meskipun tak seefektif tatap muka. Sejatinya keberadaan seorang guru tidak akan pernah tergantikan oleh teknologi apapun, Guru pembelajar, majukan pendidikan bangsa! (ipa2/ida)
Guru Matematika dan Kepala MTs Darul Hikmah Subah.