RADARSEMARANG.COM, Dalam pengembangan potensi diri, setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, namun tidak sedikit siswa mengalami banyak kesulitan. Tidak semua siswa dapat menyelesaikan masalahnya dengan sendirinya. Sebagian mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Sebagian yang lain tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula yang tampak tidak mempunyai masalah, padahal ada masalah yang dihadapinya.
Peran guru sangat penting dalam upaya membantu peserta didik mengatasi kesulitan atau hambatan yang dihadapi dalam perkembangannya. Guru perlu memiliki pemahaman yang seksama tentang para peserta didik, memahami segala potensi dan kelemahannya, serta masalah dan latar belakangnya. Melalui situasi seperti itu pula, guru dapat membantu para peserta didik memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuannya, keunggulan, dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi, serta faktor dominan yang mempengaruhinya. Tujuan dari guru mengenal murid-muridnya adalah agar guru dapat membantu pertumbuhan dan perkembangannya secara efektif.
Salah satu kesulitan yang dialami oleh siswa adalah underachiever. Siswa underachiever ini tergolong ke dalam kelompok anak yang memiliki intelegensi tinggi akan tetapi memperoleh hasil belajar yang rendah. Anak tersebut sebenarnya dari hasil tes inteligensi berada di atas rata-rata, akan tetapi karena kurangnya minat dalam belajar, pengaruh lingkungan, pengaruh teman sebaya, dan pengaruh ekonomi keluarga, sehingga hal itu sangat berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
Menurut Mulyadi (2010:2) hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan prestasi belajar peserta didik yang tergolong underachiever menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Lebih banyak mengalami kecemasan dan kurang mampu mengontrol diri terhadap kecemasan, 2) kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang kepercayaan diri, 3) kurang mampu mengikuti otoritas, 4) kurang mampu dalam penerimaan sosial, 5) lebih banyak mengalami konflik ketergantungan, 6) kegiatannya kurang berorientasi pada akademik dan sosial.
Berdasar uraian di atas, maka guru diharapkan dapat berperan dalam membantu hal tersebut. Di sini peran guru bimbingan dan konseling sangatlah besar. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa di lingkungan sekolah menjadi tanggung jawab konselor sekolah untuk mengentaskanya melalui strategi layanan konseling. Salah satu yang penulis lakukan sebagai guru BK SMP Negeri 4 Sragi adalah dengan melakukan diagnosis kesulitan belajar.
Diagnosis adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak. Diagnosis kesulitan belajar perlu dilakukan karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal. Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat, dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah keterampilan dalam mengindentifikasi kesulitan belajar siswa.
Untuk melaksanakan kegiatan diagnosis kesulitan belajar harus ditempuh beberapa tahapan kegiatan. 1) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. 2) Melokalisasikan kesulitan belajar. 3) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar. 4) Memperkirakan alternatif bantuan. 5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya, dan 6) Tindak lanjut (Warkitri dkk,1998 : 8).
Diagnosis kesulitan belajar dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Teknik yang dapat digunakan guru untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara dan pengamatan. Sasaran utama tes diagnostik belajar adalah untuk menemukan kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses yang terjadi dalam diri siswa ketika mempelajari suatu topik pelajaran tertentu. Identifikasi kesulitan siswa melalui tes diagnostik berupaya memperoleh informasi tentang profil siswa dalam materi pokok, pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa, pencapaian indikator, kesalahan yang biasa dilakukan siswa, dan kemampuan dalam menyelesaikan soal yang menuntut pemahaman kalimat. Sedangkan teknik diagnostik nontes (seperti wawancara, angket, dan pengamatan) dilakukan untuk mengidentifikasi kesulitan siswa yang tidak dapat diidentifikasi melalui teknik tes. Informasi yang dapat diperoleh dari teknik nontes misalnya, untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa, kelemahan fisik, kelemahan emosional, keadaan keluarga, cara guru mengajar, dan sebagainya. (ti2/aro)
Guru BP/BK SMP Negeri 4 Sragi, Kabupaten Pekalongan