RADARSEMARANG.COM, Persoalan yang dihadapi siswa pada masa pendemi ini tidak hanya tentang pembelajaran digital jarak jauh yang lebih didominasi dengan pemberian tugas, tetapi juga mengalami masalah sosial ekonomi. Seperti kerawanan pangan, pelayanan kesehatan, pelayanan disabilitas dan tidak meratanya akses teknologi dan internet di daerah terpencil.
Karena itu, Dr. Sofie Dewayani dalam paparan tentang “Multimodality in Leteracy During thr Pandemie”, menyatakan guru diharapkan mampu mengembangkan pembelajaran kontekstual yang didasarkan pada kebutuhan dan tingkat kompetensi siswa di daerah masing-masing. Oleh karena itu pentingnya penggunaan teks multimodal untuk siswa. Sebab teks itu relevan dengan apa yang dialami siswa dalam keseharian dan mudah diakses pada masa pandemi.
Pandemi global dan pergeseran ke arah kenormalan ini memang akhirnya masyarakat seluruh elemen menyelenggarakan pendidikan siap menerapkan transformasi pendidikan. Seperti apa yang pernah diungkapkan oleh Dr. Sri Rejeki Urip, M.Hum, saat membuka webinier, bahwa transformasi pendidikan itu antara lain dengan konsep pembelajaran blended learning, dalam jaringan (daring) atau luar jaringan (luring). Akan tetapi literasi digital pada masa kritis perlu juga memperhatikan dan mempertimbangkan sumber. Yaitu kekayaan budaya masyarakat serta berfokus pada literasi yang relevan, berguna, dan menarik.
Lebih dari itu Dr. Pratiwi Retnoningdiyah, pernah menghubungkan literasi dengan isu yang lebih besar, yaitu pembentukan karakter. Menurut dia, karya sastra menyimpan nilai dan pelajaran mengenai keterampilan, kasih sayang, empati, kerja sama, tanggung jawab dan kegigihan. Itu semua merupakan fondasi dari karakter. Membaca karya sastra tidak hanya mengasah otak , tetapi juga hati, sehingga mengajarkan karakter tanpa menggurui, apalagi kalau diterapkan di Sekolah Dasar (SD), khususnya di SD Negeri 03 Watukumpul, Kabupaten Pemalang.
Efek yang ditimbulkan pada masa pandemi dalam dunia pendidikan, keluasannya kebijakan pendidikan dalam efek negatif dari belajar di rumah adalah siswa kurang maksimal dalam pembelajaran khususnya di SD Negeri 03 Watukumpul. Banyak materi yang belum dipahami karena tak biasa dengan pembelajaran tatap muka yang lebih efektif. Karena siswa dapat berinteraksi dengan guru secara mudah, pembelajaran yang dilakukan dengan pratikum akhirnya terhenti dan diganti dengan teori. Serta membuat guru berfikir keras agar siswa dapat menerima ilmu dengan optimal. Maka Dr. Zulfa, mengungkapkan webinar ini merupakan bentuk kepedulian dan pengabdian nyata untuk pelaku pendidikan khususnya guru. Apalagi mereka harus beradaptasi terhadap perubahan cepat karena adanya Covid-19.
Penulis membiasakan literasi (membaca) bagi siswa kelas rendah SD Negeri 03 Watukumpul yang dilakukan di sekolah maupun di rumah akan menambah pengetahuan siswa dari berbagai bidang, khususnya mapel bahasa Indonesia. Siswa berhasil membuat puisi yang baik setelah membaca contoh puisi di majalah. Demikian pula siswa SD Negeri 03 Watukumpul mampu membuat cerpen, pantun dan lancar dalam lomba berpidato. Dengan demikian membiasakan literasi dengan membaca 20 menit setiap hari walaupun di masa pandemi adalah langkah awal yang sangat baik sekali untuk membentuk karakter gemar membaca siswa.
Penguatan literasi sejatinya bukan menjadi beban dan tugas serta lembaga saja, tentu sinergi terpadu agar hasil yang diharapkan dapat terwujud dan tepat sasaran. Membangun komunitas literasi terpadu melalui peran guru di sekolah dan orang tua di lingkungan keluarga menjadi keniscayaan yang harus dilakukan. Membangun literasi terpadu adalah satu strategi yang melibatkan peran guru dan orang tua sebagai motivator dan fasilitator yang memiliki peran integratif saling mendukung. (pg2/lis)
Guru SD Negeri 03 Watukumpul, Pemalang