RADARSEMARANG.COM, DONGENG merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa Inggris siswa kelas 9 semester 2. Siswa diharapkan dapat menceritakan kembali dongeng yang telah siswa baca dan pahami. Melalui bercerita, keterampilan berbicara siswa akan diasah. Tapi, ada beberapa kendala yang menghambat.
Pertama, minat baca siswa yang rendah. Sebagian besar siswa tidak suka membaca. Ini terlihat pada penilaian pemahaman bacaan siswa yang rendah. Keengganan siswa membaca cerita-cerita dongeng berbahasa Inggris akan menyebabkan penguasaan kosakata yang minim. Padahal, dalam bercerita, seorang pencerita harus kaya akan kosakata sehingga kalimat-kalimat yang diproduksi akan beragam.
Kedua, siswa tidak percaya diri ketika siswa tampil di depan siswa lain. Siswa merasa pilihan-pilihan kata yang ia produksi tidak sesuai. Di samping itu, siswa malu jika diolok-olok oleh siswa lain karena pelafalan yang ia ucapkan kurang tepat. Rasa takut salah akan mengakibatkan sikap siswa dalam bercerita tidak tenang dan komunikatif.
Ketiga, proses pembelajaran masih terbilang monoton. Metode hafalan menjadi andalan. Siswa biasanya menuliskan terlebih dahulu dalam bahasa Indonesia. Kemudian, siswa diminta menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Setelah itu, siswa menghafal semua teks yang ia terjemahkan. Dengan metode menghafal, siswa akan kesulitan dalam mengungkapkan dan mengekspresikan apa yang ia tulis. Ini sebabkan oleh daya ingat antara siswa yang satu dengan yang lain berbeda.
Nurgiyantoro (2001:278) menyatakan bahwa bercerita merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sejak zaman dahulu sampai sekarang. Ia menambahkan bahwa bercerita dapat dilakukan di mana saja, tak terkecuali di dalam ruang kelas. Hampir setiap siswa yang telah menikmati suatu cerita, akan selalu bersiap untuk menceritakan kembali. Terutama jika cerita tersebut mengesankan bagi siswa. Sementara itu, Loban (dalam Aliyah, 2011) mengemukakan bahwa bercerita dapat menjadi motivasi untuk mengembangkan kesadaran dan memperluas imajinasi siswa. Oleh karena itu, Melchor Bernardo dalam artikelnya yang berjudul 30 Get to Know You Games for Kids, menyatakan bahwa ada sebuah metode pembelajaran lewat permainan yang merangsang siswa untuk aktif dan terlibat dalam pembelajaran. Metode tersebut adalah String Game. Dengan menerapkan String Game, siswa-siswa sebagai pencerita akan mendorong diri mereka sendiri untuk bercerita dengan gaya khas mereka.
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode ini, pertama, siswa memahami bacaan-bacaan dongeng yang telah siswa ataupun guru siapkan. Kedua, guru menyiapkan gulungan benang. Ketiga, guru memotong gulungan benang dengan ukuran panjang yang tidak rata. Potongan benang dapat berukuran 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. Kemudian, guru mencampur potongan-potongan benang. Keempat, guru meminta siswa untuk mengambil potongan-potongan benang. Kelima, setiap siswa melilitkan potongan-potongan benang pada jari mereka. Keenam, guru mengelompokkan siswa menjadi 2 atau 3 kelompok. Setiap kelompok dapat menentukan bacaan dongeng apa yang akan mereka ceritakan. Ketujuh, siswa kesatu menarik benang perlahan-lahan dari jarinya dengan bercerita. Apabila uluran benang sudah habis, maka dilanjutkan oleh siswa kedua. Siswa tersebut melakukan hal yang sama. Ia akan mengulur benang dari jarinya sampai habis, sembari bercerita. Begitupula dengan siswa ketiga dan seterusnya.
Metode String Game telah mengaktifkan dan memotivasi siswa dalam bercerita. Siswa akan lebih percaya diri dalam menceritakan kembali dongeng-dongeng berbahasa Inggris. Metode ini telah diterapkan pada siswa kelas 9 semester 2 di SMP Negeri 3 Patebon dalam materi pembelajaran Narrative Text (Fairy Tales). Dengan penerapan metode ini, penilaian pada kemampuan bercerita siswa meningkat daripada menggunakan metode hafalan. (ipa1/zal)
Guru SMPN 3 Patebon, Kendal