RADARSEMARANG.COM, Pembelajaran pada masa pandemi cukup menyita pemikiran guru dalam mencari cara penyampaian materi yang tepat meski dengan keterbatasan gawai dan kuota yang dimiliki siswa. Pembelajaran harus tetap berlangsung. Meski sering terkendala latar belakang siswa SMP Negeri 3 Kedu yang sebagian besar taraf hidupnya menengah ke bawah.
Pada kesehariannya siswa diminta membantu orangtua di sawah atau di kebun. Tidak sedikit siswa yang tidak peduli pada lingkungan maupun tugas yang diberikan oleh guru, dengan berlama-lama di wifi corner untuk main bareng (mabar) game online yang menyita waktu dan menghabiskan banyak rupiah.
Menurut Mulyana A. (2016a) dalam Suranto, (2018:28), belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang terjadi karena adanya interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, psikomotorik dan afektif.
Sedangkan menurut Winkel dalam Purwanto (2014:39), belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan. Maka belajar merupakan aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu melalui pengetahuan, latihan maupun pengalaman dan akan membawa pada perubahan diri dan cara merespon lingkungan.
Materi aritmatika sosial kelas VII berkaitan erat dengan kegiatan harian siswa. Untuk pengertian untung dan rugi penulis tidak menjelaskan secara langsung cara menghitungnya, tapi memberikan tugas proyek berupa laporan bisnis yang berisi rencana, rincian modal, hasil penjualan dan kesimpulan.
Langkah pertama, siswa diminta mencari ide, bisnis apa yang akan dicobanya. Melalui grup WhatsApp matematika, penulis memberikan beberapa contoh bisnis dengan modal ringan, maka muncul ide dari siswa di antaranya penjualan es batu, papeda, cilok, pensil karakter, dll.
Langkah kedua, menyusun rencana pembelian bahan-bahan yang diperlukan dengan rincian biaya/modal yang seringan-ringannya. Beberapa siswa modal kurang dari Rp 20.000,- sebagian lain modal antara Rp 20.000 sampai Rp 50.000,- dan ada juga siswa dengan modal di atas Rp 50.000. Penulis tidak lepas komunikasi dengan siswa untuk memberikan arahan dan koreksi yang dinilai terlalu boros.
Langkah ketiga, melakukan pengolahan lalu menjual produk. Bagi siswa yang bisnisnya tidak membutuhkan pengolahan/berwujud barang, dapat kulakan di pasar atau di pusat kulakan yang dituju. Setelah itu melakukan penjualan di lingkungan sekitar dan siswa wajib melakukan bisnis tersebut minimal satu kali.
Langkah keempat, siswa menyusun laporan dengan mencantumkan nama bisnis, modal, hasil yang diperoleh dan di akhir adalah kesimpulan. Hasil tugas proyek tersebut dikumpulkan oleh orangtua ke sekolah.
Penulis melihat banyak bisnis dengan modal sedikit ternyata dapat menghasilkan untung 50 persen, dan banyak juga siswa dengan modal menengah mendapatkan untung hanya 10 persen – 20 persen. Selain itu ada juga siswa yang modalnya menengah justru mengalami kerugian. Karena siswa tersebut malu untuk mempromosikannya ke lingkungan sekitar.
Dengan tugas proyek ini, banyak sekali ilmu yang didapat siswa. Di antaranya tidak mudah mendapatkan uang dan kita tidak boleh menggantungkan diri pada orang lain. Adapun manfaatnya, yaitu ada beberapa siswa yang tetap terus menjalankan bisnis ini karena dapat membantu pemasukan keuangan keluarga di masa pandemi.
Belajar aritmatika sosial tidak harus berupa materi dan rumus, tapi tugas proyek yang bisa membawa siswa membuahkan ide bisnis di masa pandemi yang dapat membantu ekonomi keluarga. Setelah siswa melalui semua tahapan, dengan sendirinya akan terbentuk trik-trik yang akan muncul dari siswa berdasarkan pengalaman yang mereka alami. Dan pendidikan karakter yang terbentuk antara lain siswa dapat selalu bersyukur, peduli pada lingkungan, percaya diri, dan hidup mandiri. (pm1/lis)
Guru Matematika SMPN 3 Kedu, Kabupaten Temanggung