RADARSEMARANG.COM, Keterampilan dalam berpikir sangat vital dimiliki peserta didik khususnya dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang yang begitu kompleks. Keterampilan berpikir terdiri dari berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skills (LOTS), keterampilan berpikir tingkat menengah atau Middle Order Thinking Skills (MOTS), dan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Dalam Taksonomi Bloom (Lorin W. Anderson & David R. Karthwohl, 2010: 44-45) terdapat enam kategori proses kognitif atau proses berpikir. Tiga terakhir merupakan kategori berpikir tingkat tinggi atau HOTS yang terdiri dari keterampilan dalam menganalisis, mengevaluasi serta mencipta. Keterampilan ini merupakan bagian dari kecakapan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat menjawab tantangan global.
Sekolah sebagai ujung tombak pendidikan memiliki tanggung jawab yang tidak dapat dianggap remeh. Bagaimanakah agar peserta didik memiliki keterampilan-keterampilan ini? IPA sebagai bagian dari mata pelajaran di Sekolah Menengah Pertama memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkan harapan ini.
Banyak materi IPA yang dapat digunakan sebagai bahan pengembangan HOTS peserta didik. Salah satunya dalam Kompetensi Dasar 3.8, yaitu memahami tekanan zat dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tekanan darah, osmosis, dan kapilaritas jaringan angkut pada tumbuhan.
Penanaman HOTS ini terutama pada materi tekanan pada benda padat sebagaimana yang telah dibelajarkan di kelas VIII SMP Negeri 1 Doro Kabupaten Pekalongan. Bagaimanakah membiasakan HOTS pada peserta didik, paling tidak ada beberapa langkah yang perlu dilakukan.
Langkah pertama adalah mempersiapkan lembar kerja peserta didik dan kelengkapan lain yang diperlukan. Lembar kerja ini diperlukan dalam mengarahkan peserta didik dalam menemukan sebuah konsep tekanan melalui langkah-langkah yang harus dikerjakan sehingga peserta didik mengalami sendiri.
Langkah kedua dalam pembelajaran adalah memberikan contoh yang dapat dijadikan sebagai guide dalam berpikir peserta didik dalam membuat simpulan. Contoh ini sebagai bahan yang dapat digunakan sebagai pembanding satu sama lain. Misalnya kedalaman masuknya ujung sebuah benda yang memiliki bentuk ujung permukaan yang berbeda. Contoh ini dapat berupa dua gambar atau benda dimana peserta didik terlebih dahulu diberi kesempatan untuk berpikir dan menjawab pertanyaan mengenai dampak yang terjadi pada dua benda.
Langkah ketiga adalah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bereksperimen untuk membuktikan benar tidaknya jawaban mereka melalui lembar kerja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada langkah ini peserta didik diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menghitung dan membanding-bandingkan. Semakin banyak yang dihitung dan dibanding-bandingkan akan meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Akhir dari kegiatan eksperimen ini diakhiri dengan membuat simpulan berupa apa yang dimaksud dengan tekanan.
Langkah keempat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu kejadian yang berkaitan dengan konsep tekanan. Kejadian ini dapat diambil dari lingkungan yang dikemas dalam bentuk soal disertai gambar yang menarik perhatian dan menantang serta umum terjadi di lingkungan sekitar mereka.
Kegiatan evaluasi ini menuntut peserta didik melakukan analisis dengan menghitung serta membandingkan antardua kejadian sehingga muncul rujukan manakah di antara keduanya yang lebih baik atau lebih tinggi nilainya. Selain itu pada langkah ini peserta didik juga diminta untuk dapat membuat solusi berdasarkan apa yang telah mereka pelajari dan mereka kuasai.
Solusi ini dapat berupa saran ataupun produk sederhana sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah. Dengan pembiasaan dan penguasaan berpikir tingkat tinggi, diharapkan peserta didik dapat menjadi insan yang kompetitif yang mampu menjawab semua tantangan. (ti2/lis)
Guru IPA SMPN 1 Doro, Kabupaten Pekalongan