RADARSEMARANG.COM, Untuk membuat suasana belajar sepulang sekolah memerlukan suatu sistem yang harus dibangun dari sekolah usia dini. Dan itu memerlukan kerja sama dengan pihak jenjang sekolah yang berada di bawahnya. Dengan pembiasaan belajar kelompok usai kegiatan belajar di sekolah, kerja sama dengan guru di tingkat TK, dikondisikan agar anak setelah pulang sekolah untuk belajar secara kelompok dan ini akan terbiasa pada jenjang yang lebih tinggi. Sehingga terbiasa dengan suasana belajar kelompok setelah pulang sekolah. Ini menjadi tantangan bagi penulis bagaimana caranya agar bisa sistem itu berjalan.
Peran keluarga dan sekolah juga sangat penting untuk berhasilnya sistem tersebut supaya kegiatan belajar sebagai budaya atau kebiasaan sehari-hari. Kedua faktor yang menunjang pengembangan budaya belajar adalah sekolah juga orang tua muird dengan gerakan mematikan televisi juga menonaktifkan handphone.
Hal ini membuktikan pentingnya kolaborasi antara orang tua siswa dengan pihak pedidik sebagai ekosistem kunci dalam upaya meningkatkan pembiasaan belajar sebagai sarana sebelum proses pembelajaran di sekolah.
Penulis selaku pendidik di sekolah yang letaknya di pedesaan bahkan bisa dibilang di pelosok jauh dari bimbel-bimbel yang sudah marak di kota-kota. Maka penulis mengambil tindakan dengan mengadakan pebiasaan belajar di rumah dengan bukti. Karena penulis yakin siswa tanpa dipaksa untuk belajar tidak akan mau untuk belajar di rumah, dengan dipaksa lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan untuk melakukannya.
Pembiassan tersebut penulis sebut dengan pembiasaan TBB (Tanda Bukti Belajar) pada malam harinya. Selain itu penulis selaku pendidik di SD Wanar, Kecamatan Tersono juga mengharuskan siswa untuk belajar kelompok yang disebut dengan “kelompokan“ pada waktu sepulang sekolah (siang hari).
Dengan pembiasaan TBB (artikel yang kami tulis di Radar Semarang terbit 20 Agustus 2020) penulis juga membangun sistem belajar di siang hari dengan belajar secara kelompok. Untuk memantau kegiatan tersebut penulis percayakan pada anak karena penulis yakin anak usia SD banyak yang mempunyai sikap jujur. Sehingga jika ada anak yang tidak mau belajar kelompok anak yang lain pasti akan memberitahu pada guru kelasnya. Dan guru kelasnya akan memberikan motivasi untuk ikut belajar kelompok dengan teman kelompoknya. Tentunya dengan waktu belajar kelompok hanya 1 jam atau bahkan setengah jam. Dan itu tidak menghilangkan waktu bermain pada siswa di lingkungannya juga tidak menghilangkan waktu untuk tetap sekolah sore di madin.
Manfaaat peran keluarga dan sekolah bagi siswa sangat penting dalam menumbuhkan semangat belajar dan para siswa menjadi kebiasaan untuk belajar kelompok. Dan setelah terjalinnya sistem tersebut setelah beberapa tahun ada kemajuan pada diri siswa-siswa dalam pembelajaran di sekolah. Dilihat dari hasil prestasi belajar siswa di sekolah yang meningkat. (pai2/lis)
Guru Kelas IV SD Negeri Wanar 01, Kec. Tersono, Kabupaten Batang