RADARSEMARANG.COM, DALAM proses belajar matematika, pengetahuan matematika tidak dapat diberikan kepada siswa begitu saja. Dengan perubahan konsep matematika, siswa akan berkembang apabila ikut serta dalam aktivitas matematika seperti mencoba membuat penjelasan dari yang lihat atau dengar. Termasuk pada materi fungsi yang terdapat pada KD 3.3 kelas VIII khususnya sub materi grafik fungsi. Materi ini tidak cukup dihafal, tetapi harus dimengerti dan dipahami konsepnya. Hal itu dialami oleh siswa kelas VIII SMP 1 Sragi Kabupaten Pekalongan yang sering mengalami kesulitan menentukan titik koordinat fungsi dalam menggambar grafik fungsi. Selain itu, siswa kesulitan dalam menentukan domain dari sebuah fungsi karena siswa cenderung tidak bisa membedakan berbagai fungsi. Hal ini menyebabkan hasil belajar pada sub materi pokok ini masih rendah. Tidak pahamnya siswa mengenai konsep materi, mungkin disebabkan penguasaan model pembelajaran yang kurang sesuai.
Model yang sering digunakan guru adalah model pembelajaran ekspositori. Pembelajaran masih didominasi guru, sementara siswa hanya duduk mendengar atau diskusi meniru pola yang diberikan guru. Hal inilah yang menyebabkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan siswa mengalami kesulitan belajar. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang membuat siswa aktif, lebih banyak berpikir dan berdiskusi sehingga siswa tidak mengalami kesulitan belajar matematika.
Kenyataan di lapangan, sebagian siswa lebih suka menanyakan apa yang kurang paham kepada temannya yang dianggap bisa daripada dengan gurunya. Maka dalam proses belajar, perlu melibatkan interaksi sosial antarsiswa itu sendiri. Lebih tepatnya dengan model pembelajaran yang memenuhi itu adalah Think–Pair–Share (T–P–S).
Pembelajaran T-P-S, jika diterjemahkan berarti berpikir berpasangan dan berbagi, Maksudnya, metode yang didasari untuk siswa agar terdorong ke dalam alur interaksi dan komunikasi. Dikenalkan oleh Frank Lyman bertujuan agar diskusi mempunyai macam variasi tidak monoton dan lebih kreatif, sehingga siswa tidak bosan ketika diskusi berlangsung.
Manfaat T–P–S berdasarkan buku (Atik widarti:2007), 1) siswa bisa memanfaatkan waktu untuk membuat tugas yang diberikan dan bisa berinteraksi lebih lama dalam berdiskusi sehingga memberikan penguatan terhadap materi dan kualitas pembelajaran bisa meningkat. 2) Guru bisa fokus memperhatikan setiap siswa dan bisa memberikan pertanyaan yang berkualitas. Langkah T–P–S sebagai berikut, Tahap Pendahuluan, a) guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap kegiatan, menjelaskan kompetensi yang dicapai siswa. Tahap Think, a) guru menggali pengetahuan melalui kegiatan demonstrasi, b) guru memberi LKS pada seluruh siswa, c) siswa mengerjakan LKS secara individu. Tahap Pair, a) siswa dikelompokkan dengan teman sebangkunya, b) siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai jawaban tugas yang telah dikerjakan. Tahap Share, pada tahap ini satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat pada seluruh siswa di kelas dengan dipandu oleh guru. Tahap Penghargaan, siswa dinilai secara individu dan kelompok dengan menggunakan metode T–P–S. Maka, siswa bisa proaktif dalam aktivitas pembelajaran, mempunyai rasa tanggung jawab dan mengutarakan pertanyaan, hubungan siswa terbangun, serta rasa percaya diri terbangun karena terlatih berbicara di depan kelas.
Dengan menggunakan metode T-P–S, hasil belajar materi fungsi pada siswa kelas VIII SMP 1 Sragi, Kabupaten Pekalongan, mengalami perubahan mencapai ketuntasan belajar. Metode T–P–S menghasilkan ketercapaian yang jauh lebih, baik dibandingkan dengan metode sebelumnya. Hal itu ditunjukkan dengan perolehan hasil ulangan harian siswa pada materi fungsi meningkat dari sebelumnya. (bp2/ida)
Guru SMP 1 Sragi, Kabupaten Pekalongan