RADARSEMARANG.COM, Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan. Meskipun fasilitas pendidikan lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas maka mustahil akan menimbulkan proses belajar mengajar yang maksimal. Undang – Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 4 menyatakan bahwa guru berkedudukan sebagai tenaga profesional yang berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan pendidikan Indonesia.
Soerjono Soekanto (2003 : 15) disebutkan bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan – kesulitan, oleh karena itu masa tersebut dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak – kanak menuju dewasa. Pada masa ini segala sesuatu masih bersifat mencoba dan mencari pola yang sesuai dengan dirinya, meskipun hal itu harus melalui berbagai kesalahan yang sering menimbulkan hal – hal yang kurang menyenangkan bagi remaja itu maupun orang lain. Sehingga untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada bimbingan yang terarah dari keluarga maupun lingkungan sekolahnya, Dalam mengatasi permasalahan ini, guru pembimbing akan mendampingi menyelesaikan gejolak psikologi siswa di sekolah.
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk mencapai pemahaman diri dan arah diri terutama untuk membuat penyesuaian maksimal terhadap sekolah, rumah tangga dan masyarakat umum (Djumhur dan Muh. Surya, 1995 :30). Bimbingan di sini berarti bahwa bimbingan itu merupakan bantuan khusus yang diberikan siswa yang bermasalah, agar mereka dapat memahami, mengerti kesulitannya, dan mampu mengatasinya, sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Melihat realita kondisi awal yang penulis amati, bahwa di SMA Negeri 1 Wirosari telah disediakan/difasilitasi layanan informasi untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Namun layanan informasi ini berjalan kurang efektif karena belum adanya pemanfaatan layanan informasi yang sepenuhnya oleh guru dalam mendukung perkembangan siswa. Penulis menggunakan layanan informasi untuk mengubah persepsi siswa terhadap Bimbingan Konseling (BK). Siswa yang akan diubah persepsinya terhadap Bimbingan Konseling (BK) melalui layanan informasi adalah siswa kelas XI MIPA 7 di SMA Negeri 1 Wirosari. Dari hasil pengamatan selama ini siswa terutama kelas XI MIPA 7 masih banyak yang merasa takut jika dipanggil BK, kebanyakan mereka beranggapan jika mereka ke ruang BK akan dikatakan sebagai siswa yang bermasalah. Akhirnya penulis mencoba menarik perhatian siswa dengan cara menyediakan layanan informasi di mana penulis membuat informasi mengenai Bimbingan Konseling dengan tema yang disukai “Perlu Curhat datang saja ke BK”.
Dan ternyata setelah itu siswa tertarik, merasa bahwa BK perlu bagi mereka, memahami BK adalah tempat untuk berkeluh kesah/curhat akan persoalan yang dihadapi. Mereka mulai berpersepsi berbeda terhadap BK meskipun belum optimal. Dan seiring berjalannya waktu siswa mulai memahami perlunya BK bagi dirinya dan mulai merespon layanan informasi yang ada dan memahami bahwa BK tidak menakutkan, dapat disimpulkan baik secara teoritik maupun empirik bahwa melalui layanan informasi dapat mengubah persepsi siswa terhadap BK. (btj2.2/ton)
Guru BK SMA Negeri 1 Wirosari