RADARSEMARANG.COM, DALAM kegiatan belajar mengajar di kelas, guru selalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau menyampaikan pendapat. Namun hal itu, kurang mendapat respon dari peserta didik. Kalaupun ada yang merespon, hanya peserta didik yang biasa merespon saja. Sedangkan yang lain, pasif saja. Dalam situasi, guru harus bisa mengantisipasinya dengan mencari strategi model pembelajaran yang tepat agar peserta didik merespon dan berpartisipasi.
Karena itu, penulis memilih model pembelajaran Debat Pro-Kontra pada kompetensi dasar (KD) mengidentifikasi pengaruh kemajuan Iptek terhadap negara dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika di kelas XII SMA Negeri 1 Jatibarang, Kabupaten Brebes. Model pembelajaran ini untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu berpendapat, berargumentasi, menghargai pendapat orang lain, memiliki keterampilan berbicara sebagai bekal untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi ataupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Debat pro-kontra merupakan penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning/PBL). PBL adalah pembelajaran yang menyajikan pemecahan masalah konstekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar memecahkan masalah dunia nyata (real world) dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Secara konseptual untuk Debat Pro-Kontra diawali dengan pemilihan topik (kebijakan publik) yang mengandung pandangan pro dan kontra. Setiap kelompok peserta didik (3-4 orang) di program untuk masing-masing berperan sebagai kelompok yang pro atau kontra terhadap kebijakan tersebut. Setting debat dipimpin oleh guru atau peserta didik sebagai moderator. Dengan cara itu, diharapkan terbiasa berargumentasi secara rasional dan elegan.
Adapun secara operasional langkah-langkah Debat Pro-Kontra sebagai berikut, 1) guru membagi dua kelompok peserta debat yang satu pro dan kontra. 2) Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok di atas. 3) Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik dapat mengemukakan pendapatnya. 4) Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi. 5) Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap. 6) Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Dalam satu kelas di kelas XII SMA Negeri 1 Jatibarang jumlah peserta didik per kelas berkisar 30-36 peserta didik. Penulis membuat lima topik debat jadi dibentuklah sepuluh kelompok yaitu lima kelompok pro dan lima kelompok kontra, mereka akan berpasangan sesuai dengan topik yang mereka dapatkan. Adapun topik yang bisa dipilih adalah 1) golput dalam pemilu (aspek politik). 2) Perdagangan bebas (aspek ekonomi). 3) Penggunaan HP di sekolah (aspek sosbud). 4) Pemiskinan bagi koruptor (aspek hukum). 5) Siskamling (aspek hankam).
Dalam pelaksanaan Debat Pro-Kontra, guru dapat merasakan keseruan dari peserta didik ketika berdebat. Ini karena siswa dituntut berargumen dan mempertahankan argumen. Guru dapat melihat ketrampilan berbicara peserta didik yang sebelumya cenderung pasif, tapi setelah dituntut berpendapat, mereka berusaha berbicara sesuai kemampuan masing-masing peserta didik. (ips2.2/ida)
Guru SMAN 1 Jatibarang, Kabupaten Brebes