RADARSEMARANG.COM, Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistik. Semakin banyak berlatih, semakin dikuasai dan terampil seseorang dalam berbicara. Tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa melalui proses latihan (Kundharu Saddhono dan Slamet, 2012: 36) Terampil berbicara di depan banyak orang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terutama bagi mereka yang belum terbiasa berbicara di depan umum. Dapat berbicara dengan lancar dan lantang tidak mungkin didapatkan secara instan. Jantung berdebar, keluar keringat dingin, gugup, panik, grogi, rasa takut, nervous, hingga kebelet ingin buang air kecil juga dialami sebagian orang yang belum terbiasa berbicara di depan umum.
Dalam Kurikulum 2013 kelas IX semester ganjil, terdapat salah satu kompetensi dasar, yaitu menuangkan gagasan, pikiran, arahan atau pesan dalam pidato (lingkungan hidup, kondisi sosial, dan/atau keragaman budaya) secara lisan dan/atau tulis dengan memperhatikan struktur dan kebahasaan. Pada kompetensi dasar tersebut, diharapkan di akhir pembelajaran peserta didik dapat menyampaikan gagasan, pikiran atau pesan dalam berpidato baik secara lisan maupun tulisan.
Menyampaikan gagasan, pikiran atau pesan dalam berpidato secara tulisan mungkin tidak terlalu dirisaukan peserta didik. Tetapi secara lisan, banyak dari mereka yang mengalami kendala berbicara di depan kelas. Salah satu kendalanya adalah kurangnya rasa percaya diri peserta didik. Akhirnya yang ada adalah rasa takut, grogi, keluar keringat dingin, dan sebagainya. Hal ini terjadi karena mereka belum terbiasa berbicara di depan umum.
Berbicara di depan umum adalah tantangan besar bagi kebanyakan orang. Begitu pula yang terjadi pada peserta didik di SMP Negeri 7 Semarang. Biasanya bila mereka dipanggil ke depan kelas untuk berpidato, maka bisa dipastikan sebagian besar dari mereka akan merasakan deg-degan, gugup, panik dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman umtuk mengatasi hal itu, penulis mencoba menerapkan metode ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi) dalam mengajarkan materi berpidato. Langkah-langkah yang dilakukan pada awal pembelajaran, penulis menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang harus dicapai. Tidak lupa disampaikan manfaat atau pentingnya materi pelajaran yang akan diajarkan. Penting juga disampaikan prosedur atau langkah –langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan serta penilaiannya.
Tahap berikutnya, peserta didik diajak mengamati video pidato. Penulis memutarkan contoh pidato dari YouTube. Peserta didik mengamati cara berbicara, lafal, intonasi, ekspresi. Pada tahap ini peseta didik melalui tahap mengamati. Amati maksudnya adalah peserta didik mengamati pidato baik lewat video maupun secara langsung. Mengamati bukan hanya melihat namun lebih tepat mempelajari bagaimana cara berpidato yang baik. Mulai dari penampilan, ekspresi, intonasi, volume suara, dan sebagainya. Pengamatan akan menimbulkan rasa keingintahuan terhadap sesuatu, hal ini akan meningkatkan minat belajar dan kemampuan untuk menemukan metode belajar yang terbaik. Rasa ingin tahu akan meningkatkan kualitas belajar seseorang
Setelah proses pengamatan, maka hal berikutnya yang dilakukan peserta didik adalah dengan menirunya. Meniru cara berpidato dengan cara bertahap. Misalnya, berlatih pembukaan, isi ataupun penutup. Memang terlihat mudah, yakni meniru saja. Namun, meniru yang dimaksudkan untuk latihan saja. Berlatih, berlatih dan berlatih supaya menjadi terbiasa berpidato. Apabila sudah terbiasa, maka sedikit demi sedikit akan berkurang grogi, takut, dan sebagainya. Akhirnya timbul rasa percaya diri.
Langkah terakhir adalah melakukan modifikasi dalam berpidato. Memang benar jika Amati dan Tiru sudah cukup. Tetapi jika hanya mengamati dan meniru saja, tidak menjadi seorang yang punya kekhasan dalam berpidato. Artinya, biarlah hasil pengamatan dan meniru dijadikan referensi saja untuk perbaikan dalam berpidato. Apabila ada yang baik, maka bisa ditiru, tetapi bila ada yang kurang baik, maka ditinggalkan. Hanya saja, akan terlihat membosankan bahkan cenderung monoton dan tidak kreatif jika tidak melakukan sedikit modifikasi pada saat berpidato.
Perlu tetap memberikan sentuhan gaya yang berbeda agar jauh dari kesan meniru. Ketika seseorang telah mampu meniru sesuatu sesuai dengan aslinya, maka selanjutnya harus mampu menemukan dan memperbaiki berbagai kelemahan yang ditemukan dari sesuatu yang ditirunya dan kemudian menciptakan sesuatu yang baru sebagai hasil modifikasi (perbaikan) dengan hasil yang lebih baik (sempurna) daripada aslinya. (ips2/aro)
Guru SMP Negeri 7 Semarang