RADARSEMARANG.COM, Pandemi Covid-19 yang telah meluluhlantakkan tatanan dunia, memaksa manusia untuk mengubah tatanan hidupnya serta harus beradaptrasi dengan tatanan hidup yang baru. Dalam dunia pendidikan kita dipaksa untuk mulai dengan menggunakan pembelajaran jarak jauh, bisa moda daring atau moda luring.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) mulai diterapkan bagi peserta didik pada Maret 2020 karena banyak orang yang terinfeksi virus korona, bahkan yang meninggal dunia semakin meningkat. PJJ disikapi oleh sekolah-sekolah dan para guru selaku pelaksana kebijakan pendidikan dengan pembelajaran daring yang membutuhkan handphone dan kuota internet yang tidak gratis serta mahal. Akibatnya, banyak orang tua yang keberatan dengan PJJ moda daring, apalagi orang tua harus mendampingi anak-anaknya dalam pembelajaran.
Padahal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penanggung jawab pendidikan di Indonesia sudah menegaskan bahwa PJJ tidak harus online. Pandangan orang bahwa PJJ selalu online, itu tidak benar. PJJ bisa ditempuh offline,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD-Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri.
Lebih lanjut ditegaskan oleh beliau bahwa PJJ bisa dilakukan dengan cara membagikan buku, materi pelajaran, atau soal-soal bahan ajar kepada siswa, kemudian siswa disuruh belajar dan mengerjakan soal di rumah. Di lain hari, hasil pekerjaan rumah dari siswa diperiksa oleh guru. Pemberian tugas menggunakan lembar-lembar kerja, memakai buku paket yang ada di sekolah, itu bisa. Tidak harus semuanya pakai daring, karena daring memang berat. Sekolah berhak menentukan cara pembelajaran yang paling tepat untuk anak-anaknya.
Pengalaman penulis, mengelola pembelajaran yang dilakukan oleh para guru SMP Negeri 2 Patean, Kendal adalah dengan pembelajaran kolaboratif. Inti dari pembelajaran kolaboratif adalah peserta didik diberi tugas untuk menonton salah satu acara yang ada TV, kemudian peserta didik mengerjakan tugas yang sudah disiapkan oleh kolaborasi guru mata pelajaran termasuk BK. Misalnya, peserta didik diminta menonton acara TV pertandingan sepak bola. Pertanyaan guru Penjas Orkes misalnya (1) cabang olahraga apa saja yang diberitakan (2) hasil-hasil pertandingan terkini, (3) dari berita tersebut guru mengembangkan materi pelajaran.
Pertanyaan guru Bahasa Indonesia misalnya (1) iklan-iklan yang muncul, (2) hal-hal penting yang ada pada iklan. Pertanyaan guru Matematika (1) Skor akhir pertandingan, (2) lama pertandingan dan lain-lain. Guru PPKn misalnya (1) Adalah pemain sepak bola yang berlaku rasis terhadap lawannya, (2) Sikap yang dapat diambil tim yang menang atau kalah dalam pertandingan.
Adapun langkah-langkah strategis yang penulis lakukan dalam mengelola pembelajaran kolaboratif sebagai berikut. (1) Guru mata pelajaran bahkan guru BK penulis kumpulkan untuk menyamakan persepsi tentang pembelajaran kolaboratif yang akan dilakukan; (2) Guru mata pelajaran dan BK berdiskusi mengatur jadwal mata pelajaran yang akan berkolaborasi; (3) Guru berdiskusi untuk menentukan acara TV yang akan ditonton peserta didik; (4) Guru berdiskusi menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh peserta; (5) Wali kelas membagikan tugas kolaboratif kepada siswa lewat WA Group.
Hasil evaluasi penulis terhadap Program Pembelajaran Kolaboratif di SMP Negeri 2 Patean, antara lain (1) peserta didik sangat senang dan tertarik karena tidak stres dalam mengerjakan tugas karena mereka sambil menonton TV mengerjakan tugas; (2) guru tidak terbebani untuk menyiapkan bahan yang rumit karena tugas yang diberikan kepada siswa sederhana dengan tetap merujuk kepada kompetensi dasar. (fbs2/aro)
Kepala SMP Negeri 2 Patean, Kabupaten Kendal