RADARSEMARANG.COM, Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan sebuah proses komunikasi. Dalam proses komunikasi tersebut adakalanya terjadi ketidakberhasilan yang disebabkan beberapa faktor yang menjadi penghambat proses komunikasi. Agar proses komunikasi bisa berlangsung dengan baik maka diperlukan sebuah media sebagai penyalur informasi yang disampaikan oleh guru kepada siswa, salah satunya adalah media pembelajaran (Agustin: 2014).
Penggunaan media pembelajaran juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk mewujudkan proses pembelajaran seperti yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Pendidikan Nasional Pasal 19 ayat 1, yang menyatakan, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik.
Cara untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kepemimpinan kepala sekolah, kreativitas guru, aktivitas belajar, sosialisasi, fasilitas dan sumber belajar, lingkungan yang kondusif, dan partisipasi warga sekolah (Mulyasa, 2013).
Tujuh faktor tersebut, lima di antaranya berkaitan erat dengan guru. Terutama dalam segi kreativitas dalam proses pembelajaran, seperti penyediaan alat pembelajaran dan menciptakan lingkungan yang kondusif pada proses pembelajaran.
Jadi secara garis besar kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran terletak pada guru. Berdasarkan hasil belajar siswa IPA di MTs Nahdlatul Ulama Mranggen diketahui sebanyak 50 persen siswa dari kelas VIII yang mendapatkan nilai ulangan harian materi sistem ekskresi di bawah Ketuntasan Kriteria Minimum yang telah ditentukan yaitu 75.
Karena selama ini proses pembelajaran menggunakan media pembelajaran yang monoton dan kurang bervariasi. Yakni power point dan gambar-gambar saja. Media pembelajaran yang kurang bervariasi membuat siswa menjadi bosan, kurang tertarik, kurang berminat dan akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Siswa akan tertarik apabila pembelajaran IPA disisipkan kegiatan permainan. Dari uraian tersebut maka perlu dilakukan salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan permainan dalam proses pembelajaran.
Dalam pelaksanaan model pembelajaran ini penulis menerapkan permainan truth or dare. Permainan truth or dare merupakan permainan yang dilakukan secara berkelompok, menggunakan dua macam kartu. Yaitu kartu truth dan kartu dare. Pada kartu truth berisikan pertanyaan yang membutuhkan jawaban “Ya atau tidak”, sedangkan pada kartu dare berisikan pertanyaan yang membutuhkan jawaban penjelasan atau penjabaran yang disertai berbagai alasan. Urutan permainan akan ditentukan dengan cara hompimpa, pemain pertama akan melemparkan koin untuk menentukan kartu apa yang akan mereka mainkan. Pertanyaan pada kartu yang telah dipilih akan dibacakan oleh kelompok lain dan kelompok pemain akan diberi waktu 90 detik untuk menjawab pertanyaan pada kartu permainan.
Penggunaan permainan truth or dare dapat merangsang siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran materi sistem ekskresi. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar siswa MTs Nahdlatul Ulama Mranggen menggunakan permainan truth or dare menjadi lebih baik dan meningkat dari sebelumnya. Pentingnya penggunaan media permainan truth or dare dapat merangsang siswa untuk berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena media permainan dapat memberikan umpan balik sehingga proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan efektif.
Diharapkan dengan media permainan truth or dare ini siswa MTs Nahdlatul Ulama Mranggen akan belajar secara maksimal dan akan berpengaruh positif pada hasil belajar siswa dan dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar, sehingga siswa akan bersemangat dalam belajar, baik belajar mandiri maupun belajar kelompok. (ips1/lis)
Guru IPA MTs Nahdlatul Ulama, Mranggen