RADARSEMARANG.COM, PROSES pembelajaran di kelas selama ini diarahkan pada kemampuan peserta didik untuk menghafal informasi tanpa dituntut untuk terlibat dalam pemecahan masalah khususnya menghubungkan persoalan kimia dengan kehidupan. Mayoritas peserta didik di SMA Negeri 1 Bandar dari keluarga menengah ke bawah, menyebabkan minat mempelajari IPA khususnya mata pelajaran kimia kurang menyenangkan. Perkembangan sains dan teknologi tentu tidak dapat terlaksana tanpa dilandasi oleh ilmu–ilmu dasar seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi.
Seiring perkembangan teknologi, idealnya kualitas pembelajaran kimia di kelas semakin baik sehingga guru mampu membawa peserta didik kepada keberhasilan belajar.
Dominasi guru dalam proses pembelajaran selama ini menyebabkan peserta didik bersifat pasif. Aktivitas peserta didik yang dominan adalah mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Mereka kurang aktif bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Mereka juga kurang termotivasi untuk memecahkan masalah secara bersama. Akibat keadaan ini menyebabkan kinerja dan prestasi belajar kimia rendah. Termasuk materi kimia karbon yang sering disampaikan dengan model satu arah (teacher centered).
Senyawa karbon yang berasal dari makhluk hidup disebut organik. Sedangkan senyawa karbon yang tidak berasal dari makhluk hidup disebut senyawa anorganik.
Setelah Friederck Wohler tahun 1828 berhasil mensintesa urea dengan memanaskan ammonium sianat, sejak itu banyak dilakukan percobaan untuk membuat senyawa organik. Dengan demikian, nama senyawa organik lebih tepat disebut senyawa karbon.
Untuk mempelajari senyawa hidrokarbon lebih banyak mendengarkan dan menghafal informasi sehingga peserta didik kurang aktif, kurang termotivasi untuk memecahkan masalah bersama. Berkenaan dengan hal itu, perlu diupayakan model pembelajaran yang mendorong munculnya belajar bermakna, yakni melibatkan peserta didik secara fisik, mental dan intelektual dalam aktivitas belajar.
Salah satu model yang dipilih adalah pembelajaran kooperatif. Ada banyak variasi yang dapat dilakukan guru dalam model pembelajaran kooperatif. Salah satu di antaranya adalah jigsaw. Implementasi model pembelajaran kooperatif model jigsaw dilakukan dengan pertimbangan latar belakang peserta didik di SMA Negeri 1 Bandar, 1) sebagian peserta didik mempunyai kelompok bermain dan belum menjadi kelompok belajar, 2) aktivitas kelompok belum terarah, 3) sebagian peserta didik kurang antusias dan lebih banyak pasif dalam mengikuti pembelajaran klasikal di kelas, 4) sebagian peserta didik masih tergantung teman yang pandai, dan 5) kerja sama dalam kelompok belum optimal.
Di dalam jigsaw, peserta didik dikelompokkan menjadi 4 sampai 6 anggota dimana masing–masing anggota kelompok tersebut mendapat tugas untuk mempelajari dan mengerjakan tugas terkait dengan materi/topik tertentu. Setelah masing–masing anggota kelompok menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka anggota dari kelompok yang berbeda dengan materi dan tugas belajar yang sama bertemu dan membentuk kelompok baru yang diberi nama kelompok ahli untuk mendiskusikan materi dan tugas belajar mereka, sampai benar–benar menguasai. Selanjutnya mereka kembali ke kelompok asalnya untuk bergantian mengajar teman satu kelompok tentang materi masing–masing.
Dengan model Jigsaw ini, pembelajaran materi kimia karbon menjadi lebih interaktif dan menarik. Peserta didik antusias mengikuti pembelajaran karena terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran. Ini sangat membantu proses pemahaman peserta didik dalam materi kimia karbon. (on2/ida)
Guru Kimia SMA Negeri 1 Bandar