RADARSEMARANG.COM, Pembelajaran daring masih menjadi pilihan, bagi sekolah-sekolah yang terdapat di kawasan zona merah. Demikian juga yang terjadi di SMP Negeri 29 Semarang. Para guru, berusaha memaksimalkan online learning agar tetap bisa melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk membimbing siswa di tengah seburuk apapun situasinya.
Ciri khas konsep pembelajaran IPA adalah menggunakan pendekatan metode ilmiah, yang akan memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa. Pembelajaran yang menggunakan sumber belajar ‘nyata’ akan menimbulkan active learning. Yakni pembelajaran yang berpusat pada siswa. Jadi guru bukan lagi sebagai sumber belajar, melainkan hanya sebagai fasilitator saat mendampingi siswa dalam belajar. Namun mungkinkah pembelajaran dengan pendekatan metoda ilmiah ini dilaksanakan secara online learning?
Dengan semangat tetap memberikan yang terbaik bagi siswa, penulis mencoba menerapkan pendekatan metoda ilmiah ini untuk pembelajaran IPA di SMP N 29 Semarang. Caranya adalah dengan menerapkan mini riset. Menurut Darling and Hammond (2012), mini riset merupakan serangkaian kegiatan yang mengarahkan siswa untuk melakukan penyelidikan atau penelitian dengan menggunakan langkah-langkah yang berpedoman pada metoda ilmiah.
Penulis mencoba menerapkan pendekatan metode ilmiah ini, untuk materi Pencemaran Lingkungan (kelas VII semester 2). Kegiatan mini riset akan berlangsung dengan baik, jika kegiatannya telah dirumuskan dengan jelas. Guru dituntut untuk melakukan persiapan yang matang, beberapa hari sebelum pelaksanaan KBM. Beberapa hal yang perlu dipersiapkam antara lain: RPP pembelajaran daring, lembar eksperimen serta alat evaluasi. Dengan melakukan penyelidikan sendiri tentang pencemaran di lingkungan tempat tinggal, selain memahami materi pencemaran lingkungan, kepedulian siswa terhadap lingkungan juga diharapkan bisa meningkat.
Lembar eksperimen dirancang agar siswa dapat melakukan sendiri mulai dari perumusan hipotesis, mengidentifikasikan variabel, merumuskan langkah percobaan, melakukan langkah percobaan dan menganalisa data. Jadi, mirip dengan praktikum yang didesain sendiri. Guru harus pandai-pandai memberikan rangsangan dalam lembar eksperimen tersebut. Rangsangan bisa berupa gambar, atau penjelasan-penjelasan singkat tentang setiap langkah dalam mini riset.
Dalam hal ini, guru juga harus memberikan batasan yang jelas tentang penyelidikan sederhana yang harus dilakukan oleh siswa. Karena siswa harus belajar di rumah, maka penyelidikan tentang pencemaran lingkungan, dibatasi hanya di lingkungan sekitar rumah. Misalnya, selokan di depan rumah yang hitam dan banyak sampahnya, sampah yang bertebaran di taman kompleks, air PDAM yang berbau kaporit, dll. Dengan demikian, mini riset yang dirancang tidak akan keluar dari konsep yang telah dirancang oleh guru.
Beberapa kendala yang penulis alami saat menerapkan mini riset di SMPN 29 Semarang antara lain, siswa masih belum begitu paham tentang langkah-langkah merumuskan masalah dan membuat hipotesis. Untuk itu, guru perlu melakukan pendampingan dengan cara berdiskusi di grup WA kelas. Beberapa siswa juga kebingungan saat harus mencari peralatan, untuk mini risetnya. Maka harus kita arahkan untuk mencari peralatan sederhana yang ada di rumah. Misalnya siswa bisa membuat alat uji derajat keasaman (pH) dengan benda-benda yang ada di rumah seperti kunyit, bunga kembang sepatu, kubis ungu, dll. Untuk menguji tingkat pencemaran udara, siswa bisa menggunakan kertas putih yang diolesi dengan margarin, dsb.
Setelah diberikan evaluasi berupa ulangan harian, ternyata hasilnya cukup memuaskan. Dan dari angket yang diberikan, ternyata kepedulian siswa terhadap lingkungan justru bisa lebih meningkat. Karena tak ingin lagi melihat lingkungan sekitar tempat tinggal tercemar, maka mereka mulai melakukan hal-hal sederhana seperti memilah sampah, menggunakan tas kain saat berbelanja, mendaur ulang botol plastik menjadi barang yang berguna, dll.
Saya yakin, jika setiap guru menyisipkan pesan untuk ‘peduli lingkungan’ dalam belajar mengajarnya, maka akan lebih banyak lagi siswa yang terbuka hatinya untuk turut serta dalam menjaga lingkungan. Karena masa depan bukan milik kita, melainkan milik mereka. Jadi kalau bukan mereka yang mulai menjaga bumi, lalu siapa lagi? Semuanya memang harus dimulai dari sekarang, dimulai dari hal yang kecil, dan dimulai dari diri sendiri. (ips2/lis)
Guru IPA SMPN 29 Semarang