RADARSEMARANG.COM, Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan untuk mengaitkan konsep-konsep dalam matematika, mengaitkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain, serta dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kemampuan koneksi matematis ini sangat erat hubungannya dengan kemampuan pemecahan masalah.
Seringkali siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan suatu masalah, karena kurangnya kemampuan koneksi matematisnya. Mereka tidak mampu mengaitkan beberapa konsep yang ada untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ini jelas akan berdampak pada penurunan minat belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran Matematika karena tidak mampu menyelesaikan beberapa permasalahan yang ada.
Kondisi seperti ini megharuskan guru untuk kreatif menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan namun tetap terarah. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share). Adapun langkah langkah pembelajaran yakni sebagai berikut: (1) Search. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengarahkan siswa untuk memahami konsep serta membimbing siswa dalam mencapai permasalahan. (2) Solve. Guru mendorong siswa dalam melaksanakan rencana kegiatan pemecahan masalah dengan cara mengidentifikasi, mengumpulkan alternatif-alternatif yang mungkin, serta menganalisis. (3) Create. Guru mengarahkan siswa dalam mendeskripsikan, mendesain atau menciptakan agar bisa mengkomunikasikan hasil dan kesimpulan dari permasalahan yang didapat. (4) Solve. Guru membimbing siswa dalam mempresentasikan hasil yang diperoleh kepada temannya dan menjelaskan jawaban yang masih rancu saat presentasi.
Penulis menerapkan kegiatan ini untuk pembelajaran materi SPLTV (Sistem Persamaan Linier Tiga Vareabel) pada KD 3.3, yakni menyusun Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel dari masalah kontekstual untuk kelas X MIPA 1 SMA Negeri 2 Semarang. Seringkali siswa merasa bosan mengerjakan permasalahan yang berkaitan dengan SPLTV karena pengerjaan yang panjang dan membutuhkan ketelitian yang tinggi, sehingga pada akhirnya siswa merasa materi ini sulit. Namun, dengan menggunakan model pembelajaran SSCS, siswa diharapkan lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Pertama, guru memberikan permasalahan tentang SPLTV. Setelah itu, guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri atas tiga orang. Kedua, masing-masing kelompok diminta untuk membuat permasalahan serupa, namun dalam kondisi yang sebenarnya. Maksudnya, siswa diminta untuk keluar kelas, misalnya ke kantin atau koperasi sekolah. Setiap siswa dalam kelompok harus membeli maksimal tiga barang dengan jumlah yang berbeda. Nantinya mereka akan memberikan pertanyaan kepada kelompok lain, yaitu berapa harga masing-masing barang yang dibeli oleh kelompok pemberi soal. Setiap kelompok boleh mencari penyelesaian dengan berbagai cara yang ada di buku maupun internet. Ketiga, guru akan menunjuk beberapa kelompok untuk maju mempresentasikan hasil yang mereka peroleh. Nantinya, kelompok pemberi soal akan menentukan apakah jawaban yang diberikan teman mereka itu benar atau salah. Keempat, guru akan memberikan penguatan dengan teori-teori yang sudah siswa gunakan sebelumnya.
Dengan cara seperti ini, diharapkan siswa tidak jenuh karena berada di kelas dan menghadap buku terlalu lama. Siswa diberikan kebebasan untuk keluar kelas, namun mereka tetap bisa mendapatkan inti dari pembelajaran yang diberikan oleh guru. Setelah semua selesai, guru akan menutup dengan memberikan soal individu kepada siswa. Hal ini diperlukan untuk mengecek apakah ada siswa yang masih belum memahami pembelajaran yang mereka lakukan pada hari itu.
Menurut Pizzini (dalam Lestari, 2013:9), beberapa keunggulan model pembelajaran SSCS ini bagi siswa adalah memperoleh pengalaman langsung dalam menyelesaikan masalah, menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan rasa ketrertarikan, bekerja sama dengan siswa lain, dan mengintegrasikan kemampuan dan pengetahuan. (gm2/aro)
Guru SMA Negeri 2 Semarang