RADARSEMARANG.COM, ADA beberapa cabang ilmu dalam matematika, diantaranya adalah statistika dan probabilitas. Pengalaman mengajarkan, setiap kali menghadapi Ujian Nasional, ketika saya bertanya pada siswa, materi apa yang kira-kira belum bisa dipahami, sebagian siswa menjawab materi peluang. Dalam materi ini sebagian besar soal sudah dalam bentuk kontekstual, yaitu soal yang dikaitkan dengan dunia nyata, atau sering disebut dengan soal cerita. Maka, sebagian siswa kesulitan untuk memahami permasalahan-permasalahan dalam materi peluang. Sehingga saya mencoba menggunakan model Problem Based Learning untuk mempermudah siswa memahami tentang peluang.
Problem Based Learning merupakan sebuah metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.Kemdikbud 2013 dalam Adi Wijaya (2014:2).
Tahap pertama dalam model pembelajaran Problem Based Learning yang diterapkan di SMAN 1 Comal adalah Orientasi peserta didik kepada masalah. Guru memberikan permasalahan, misalnya terkait dengan aturan perkalian dan aturan penjumlahan. Guru menyajikan dua buah permasalahan, masalah pertama : Tono mempunyai dua buah kaos dan tiga buah celana, berapa banyak pasangan celana dan kaos yang dapat dipakai oleh Tono? Masalah kedua yang diberikan guru adalah : Tini mempunyai 2 kaos, 2 kemeja dan tiga celana, berapa banyak pasangan kaos, kemeja, dan celana yang dapat dipakai oleh Tini? Dua permasalahan tersebut sepintas sama, tapi berbeda dalam penyelesaiannya. Inilah yang menjadikan materi peluang demikian rumit bagi siswa. Permasalahan dalam peluang sepintas terlihat sederhana, namun membingungkan dalam mencari solusi permasalahannya.
Tahap kedua adalah mengorganisasikan peserta didik. Peserta didik dibagi dalam kelompok yang heterogen, baik dari segi gender maupun intelegensi. Tujuannya agar mereka dapat berdiskusi untuk mencari solusi dari permasalahan yang diberikan oleh guru.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan baik secara individu ataupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik akan memulai mencari informasi, baik dari buku maupun internet. Peserta didik mencari berbagai alternatif solusi, mereka mulai mendaftar semua kemungkinan yang akan menjadi solusi dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Peserta didik memulai dengan membuat diagram untuk mencari semua kemungkinan pasangan kaos dan celana yang dapat dipakai oleh Tono serta membuat diagram untuk mencari semua kemungkinan pasangan kaos, kemeja dan celana yang dapat dipakai oleh Tini.
Tahap ke empat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru mempersilahkan masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Pada tahap ini sekaligus guru dapat melakukan pengamatan terhadap peserta didik terkait dengan keaktifan dalam berdiskusi, motivasi dalam memecahkan masalah. Pada tahap ini juga sekaligus sebagai sarana bagi siswa untuk belajar mengemukakan pendapat, belajar berani berbicara dihadapan orang banyak, dan juga belajar untuk mempertanggungjawabkan apa yang menjadi hasil diskusi kelompoknya.
Tahap ke lima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru memberikan arahan pada hasil diskusi, memberi penguatan pada jawaban yang benar dan memberikan saran bagi jawaban yang salah. Pada tahap ini diharapkan peserta didik sudah mendapatkan sebuah kepastian solusi dari permasalahan yang diberikan guru. Sehingga peserta didik memiliki sebuah pengetahuan baru yang mereka cari dari usaha sendiri, bukan semata-mata pemberian dari guru.
Problem based learning merupakan salah satu model pembelajaran yang memusatkan pembelajaran pada peserta didik atau student centered. Peserta didik membangun pengetahuannya sendiri, ada karakter kerja keras, pantang menyerah yang diharapkan muncul dari pembelajaran dengan model ini. Sehingga guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber untuk mentransfer pengetahuan, peserta didik pun dapat mencari pengetahuan itu sendiri. Suasana kelas menjadi lebih hidup, dan belajar pun akan semakin menyenangkan, sehingga matematika tidak lagi membosankan tetapi ada warna tersendiri dalam belajar matematika. (dj1/zal)
Guru SMAN 1 Comal