RADARSEMARANG.COM, Pemakaian plastik dan barang-barang berbahan dasar plastik semakin meningkat seiring berkembangnya teknologi, industri dan juga jumlah populasi penduduk. Penggunaan bahan plastik semakin lama semakin meluas tidak terkecuali di lingkungan sekolah karena dianggap praktis, murah dan mudah didapatkan.
Permasalahan yang paling sering muncul di sekolah adalah mau di kemanakan limbah plastik yang tidak mudah terurai secara alami tersebut. Di sisi lain, pemusnahan plastik dengan cara dibakar akan menimbulkan permasalaahan lain. Seperti pencemaran udara yang sangat merugikan kesehatan warga sekolah dan tentunya pula sangat mengganggu kenyamanan belajar di sekolah.
Bahkan pembakaran plastik akan menghasilkan lelehan dan berubah menjadi mikroplastik, yaitu bagian-bagian plastik yang lebih kecil (mikro). Mikroplastik inilah yang berbahaya bagi makhluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Jika mikroplastik ini masuk ke dalam tubuh manusia maka akan mengurangi kekebalan tubuh.
Salah satu pengelolaan limbah plastik yang diterapkan di SMP Negeri 4 Cepiring untuk mengatasi sampah plastik adalah dengan pembuatan ecobrick. Istilah ecobrick berasal dari penggabungan dua kata, yaitu eco dan brick yang bila digabungkan menjadi ecobrick yang bermakna batu bata ramah lingkungan. Karena hasil pembuatannya bisa dijadikan sebagai pengganti batu bata yang biasanya digunakan sebagai material bangunan. Ecobrick adalah sebuah teknologi yang memberikan solusi alternatif untuk limbah padat (terutama limbah plastik) yang bisa dilakukan tanpa perlu mengeluarkan biaya.
Membuat ecobrick tidaklah sulit, cukup dengan sampah plastik, gunting, batang kayu sebagai pemadat dan media botol plastik sebagi wadah. Contoh sampah plastik yang dapat digunakan adalah kantong plastik, sedotan plastik, styrofoam, bungkus plastik, dan lain-lain. Sedangkan benda yang tidak boleh digunakan adalah barang pecah belah, benda tajam, kertas, dan semua limbah biodegradable.
Botol plastik itu sendiri boleh dengan ukuran beragam dan warna yang bervariasi, yang perlu diperhatikan adalah menyamakan ukuran dan bentuk botol plastik tersebut agar hasil ecobrick dapat lebih bernilai estetika.
Selanjutnya sampah plastik digunting menjadi lebih kecil agar mudah dimasukkan ke dalam mulut botol. Kemudian ditekan menggunakan pemadat kayu hingga botol padat dan terisi penuh dengan plastik. Perlu dipastikan tidak ada lagi ruang atau rongga kosong yang tersisa. Hal ini bertujuan agar produk ecobrick tidak mudah penyok, dan memiliki sifat keras seperti balok beton.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah botol harus dalam keadaan bersih dan kering begitu pun sampah plastik yang akan dimasukkan harus dalam keadaan bersih dan kering pula untuk menghindari bakteri tumbuh di dalam botol ecobrick.
Selain sebagai solusi untuk mengurangi limbah plastik di lingkungan SMP Negeri 4 Cepiring pembuatan ecobrick juga terbukti mampu memberikan nilai estetika dan ekonomi terhadap produk yang dihasilkan.
Beberapa produk sederhana yang dapat dibuat dengan ecobrick di antaranya rak buku, rak sepatu, meja, kursi, maupun barang kesenian lainnya yang bahkan memiliki nilai jual.
Lebih dari itu, penggunaan kayu yang dapat mempercepat kerusakan alam bisa diminimalisir dan menggantinya dengan ecobrick sebagai bahan pembuatan furniture. Bila jumlahnya mencukupi bahkan bisa dijadikan bahan bangunan untuk taman ataupun rumah.
Oleh karena itu rasanya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa metode ecobrick bisa diandalkan untuk mengatasi sampah plastik di lingkungan sekolah karena sangat sederhana, tanpa biaya dan memiliki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan. (dar1/lis)
Kepala SMP Negeri 4 Cepiring, Kendal