RADARSEMARANG.COM, Tak bisa pungkiri bahwa dengan regulasi ujian nasional (UN) yang mewajibkan siswa kelas XII memilih salah satu mapel jurusan sebagai opsi pilihan, menjadi polemik sekaligus mengakibatkan reaksi fenomenal dari kalangan siswa Jurusan IPS. Tahun Pelajaran 2019/2020 di SMA 1 Pegandon lebih dari 75 % siswa menjadikan mapel Sosiologi sebagai mapel favorit karena dianggap mudah, hafalan, mengarang, spekulatif, tanpa belajarpun dikerjakan. Bahkan banyak yang mengerjakan soal-soal try out ujian sosiologi cepat selesai sebelum waktu habis.
Miris, begitu “remehnya” siswa menyikapi ujian Sosiologi, tapi hasilnya ternyata banyak nilai try out ujian Sosiologi jeblok masih jauh dari target kriteria ketuntasan minimal (KKM). Jika pola pikir salah dibiarkan secara terus menerus bukan tidak mungkin secara turun temurun para siswa hanya akan mengganggap UN Sosiologi hanya sebagai formalitas belaka. Oleh sebab itu, guru memiliki tanggung jawab moral untuk memperbaiki aspek ketercapaian kompetensi baik secara kuantitas maupun kualitas.
Ilmu sosiologi sebagai salah satu pilar dalam perkembangan kehidupan manusia yang digagas oleh Aguste Comte pasca revolusi industri di Eropa memiliki peranan yang sangat penting untuk membekali siswa menghadapi tantangan di era global yang semakin ketat. Hal ini tunjukkan oleh meningkatnya SKL UN yang menuntut siswa mampu menyelesaikan soal-soal ujian dengan level High Order Thinking Skill (HOTS), di mana anggapan remeh siswa tentang mapel Sosiologi terbantahkan. Tidak ada lagi soal-soal hafalan dengan pembanding opsi jawaban yang tidak proporsional, berganti menjadi soal-soal yang mengangkat gejala-gejala ilmiah yang bersifat faktual, dan analitis dengan daya tingkat pembeda opsi jawaban dengan rentang yang semakin rapat, membuat siswa dituntut cermat, menguasai konsep dan teliti dalam menentukan jawaban yang paling tepat.
Perubahan yang cukup signifikan dalam penyusunan perangkat soal menjadikan siswa lebih aktif dan komunikatif, dalam pembelajaran. Disinilah tugas sebagai guru kembali lagi memegang peranan yang sangat vital, untuk mampu menyiasati dan mengembangkan berbagai kreasi dan inovasi bahan ajar ataupun modul secara efektif, terarah, mudah, konseptual namun tidak lepas dari marwah keilmuan Sosiologi yang memiliki ciri empiris, teroris, kumulatif dan non etis.
Metode mengajar klasik yang berpusat pada guru dan buku paket harus segera diubah menjadi pembelajaran yang atraktif, aplikatif, dan mengarah pada pemecahan latihan-latihan soal sesuai konteks HOTS untuk menjawab persoalan-persoalan yang sedang mengemuka. Bertolak dari segala dinamika yang terjadi dalam pembelajaran dan arah kebijakan pendidikan nasional, para siswa kelak diharapkan mampu menerapkan prinsip-prinsip Sosiologi untuk merencanakan, membangun, mengevaluasi, dan memecahkan berbagai permasalahan sosial yang ada di masyarakat.
Pada akhirnya mapel sosiologi yang dahulu dianggap mapel “second choice”, saatnya naik kelas menjadi mapel yang bukan hanya sekadar memiliki catatan full book berisi teori-teori panjang dan membosankan. Tetapi telah bermetamorfosa menjadi salah satu bagian penting dalam membentuk lulusan yang memiliki karakter logis, kritis, adaptif, toleran sehingga mampu menyesuaikan dengan realita perubahan sosial baik dalam kancah lokal, regional, maupun internasional. (ikd2/ton)
Guru Mapel Sosiologi Kelas XII di SMA N 1 Pegandon