RADARSEMARANG.COM, Teks naratif adalah teks berupa urutan kejadian. Menurut Keraf (1981:136), karangan narasi itu adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi suatu peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Teks naratif ini menjadi kendala dalam proses belajar mengajar Bahasa Jawa di SMP Negeri 12 Semarang, karena guru berperan dengan menceritakan, sedangkan peserta didik hanya menyimak teks cerita.
Kendala lain adalah peserta didik kesulitan menceritakan kembali isi wacana naratif yang sudah dikuasainya. Misalnya dongeng tentang binatang yang dapat bertingkah laku seperti manusia atau disebut fabel, legenda, mitos dan sebagainya. Karena di samping keterampilan menulis, peserta didik juga diharapkan menguasai keterampilan berbicara.
Bercerita di depan kelas merupakan kejadian yang menakutkan bagi peserta didik, meskipun cerita tersebut berkisar pada kehidupan mereka sehari-hari. Peserta didik tidak percaya diri, merasa malu dilihat guru dan teman-temannya, takut kalau ditertawakan, takut tiba-tiba berhenti di tengah jalan karena lupa, takut kalau mendapat kritikan dari guru.
Untuk mengurangi ketakutan peserta didik dalam bercerita tentang kejadian yang dialami secara urut, maka dapat menggunakan metode Circle Time. Circle Time merupakan kegiatan yang dilakukan secara berkelompok baik paserta didik maupun guru yang gunanya untuk membentuk satu pemahaman mengenai materi yang akan diajarkan, dan dapat dilakukan sebelum proses belajar mengajar dimulai.
Di SMP Negeri 12 Semarang, dalam satu kelas ada 32 anak. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil, yang satu kelompoknya ada 8 anak, sehingga ada 4 kelompok. Masing-masing kelompok diberi nama-nama wayang Pandawa. Kelompok pertama namanya Puntadewa, kelompok ke-2 namanya Werkudara, kelompok ke-3 namanya Arjuna, dan kelompok ke-4 namanya Nakula Sadewa.
Setelah terbentuk kelompok, mereka duduk di lantai membentuk lingkaran kecil, mereka diperbolehkan memperbincangkan kejadian-kejadian yang dialami, misalnya dari bangun tidur sampai tiba di sekolah. Setelah mereka berani untuk bercerita di kelompok kecil dan memberi tanggapan cerita teman, maka saatnya guru untuk menceritakan kejadian mengenai asal-usul suatu tempat. Siswa mendengarkan dan mencatat kata-kata yang sulit, kemudian mencari artinya di kamus Bahasa Jawa. Selanjutnya mereka berdiskusi menyimpulkan isi dari cerita tersebut, mereka bekerja sama untuk saling tanya jawab tentang cerita dari guru.
Guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok lain, untuk menjawab pertanyaan ataupun memberi masukan kepada kelompok yang belum jelas akan cerita yang disampaikannya. Guru juga memberi motivasi agar peserta didik berani untuk mengungkapkan idenya.
Kemudian hasil dari diskusi tersebut, disampaikan oleh juru bicara dari salah satu kelompok di depan kelas, sedangkan kelompok yang lain menanggapi. Dari penyajian ini, mereka dengan senang hati bercerita penuh percaya diri. Peserta didik yang bertugas menanggapipun juga dapat dengan lancer mengeluarkan ide pendapatnya. Karena mereka telah dilatih di kelompok-kelompok kecil. Teknik Pembelajaran ini ternyata dapat meningkatkan hasil penilaian peserta didik dalam menulis dan bercerita teks naratif. (gml1/ton)
Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 12 Semarang