RADARSEMARANG.COM-Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana kita mempelajari suatu ilmu atau objek yang kita kaji. Istilah “Epistemologi” di dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari asal kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori. Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan.
Sains menggunakan cara berpikir logis yaitu dengan menggunakan logika yang kontinuitas dalam berpikir. Dalam penerapannya, sains menggunakan langkah-langkah sistematis. Artinya, dalam proses pemecahan masalah, sains menggunakan langkah-langkah yang teratur (sistematis) sesuai dengan aturan-aturan yang sudah dibakukan. Langkah-langkah sistematis tersebut berlaku untuk setiap bidang kajian sains dengan hasil yang sama jika dilakukan pada situasi yang sama. Selain itu, dalam memecahkan masalah dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dapat dirasakan oleh semua orang (pengalaman nyata).
Sebenarnya ada empat cara menemukan pengetahuan yaitu metode kegigihan, metode kewibawaan, metode apriori, dan metode sains. Metode kegigihan banyak digunakan dalam lingkungan masyarakat yang masih sangat erat hubungannya dengan lingkungan alam tempatnya hidup. Sebagai contoh dapat diambil kasus petani di Jawa yang sejak dahulu kala secara turun temurun diajari bahwa pemanen padi harus dilakukan dengan menggunakan ani-ani. Kalau ada pihak yang menganjurkan agar sewaktu memanen ia menyabit saja padinya, maka hal itu akan dianggapnya sebagai suatu perintah yang tidak benar danperlu disanggah.
Pengetahuan bahwa padi harus dituai dengan menggunakan ani-ani dan bukan disabit ditemukan petani melalui metode kegigihan. Petani itu dengan gigih mempertahankannya sebagai kebenaran karena cara itulah yang diajarkan orangtuanya kepadanya. Orangtuanyapun mendapatkan pelajaran yang sama dari kakek dan neneknya dan demikianlah seterusnya kebiasaan itu dapat ditelusuri telah diajarkan sebagai warisan dari satu angkatan ke angkatan lainnya. Apabila ada yang bermaksud melanggar kebiasaan umum ini maka dikatakan pula bahwa pekerjaan yang melanggar kebiasaan itu akan memancing amarah Dewi Sri, dewi kesuburan yang menjamin hasil padi sawah yang baik.
Metode kewibawaan adakalanya perlu diterapkan. Apalagi kalau di masyarakat terlalu banyak pendapat tidak beralasan yang simpang siur. Kearifan yang munculdari wibawa seseorang kemudian diharapkan menjadi petunjuk pengamat untuk menyelesaikan suatu masalah.
Metode yang ketiga adalah metode apriori. Metode apriori atau yang sering disebut metode ontuisi adalah metode yang memandang sesuatu hal yang dianggap benar karena tampaknya jelas benar. Dari pengetahuan apriori ini kemudian dikembalikan lebih lanjut pengetahuan lain. Yang menjadi pertanyaan pada cara ini adalah apa yang dimaksudkan “jelas benar”, karena setiap orang boleh saja mempunyai citra yang berlainan mengenai apa yang dimaksudkan “jelas benar” itu. Sebagai contoh dapat diambilpendapat bahwa bumi ini datar. Atas dasar hal ini orang kemudian menganggap bahwa laut itu ada batasnya. Barang siapa yang memberanikan diri berlayar terus menerus ke arah yang tetap, maka pada suatu ketika ia akan terlempar dari tepi laut itu ke suatu jurang yang tidak jelas bagaimana bentuknya.
Tantangan seperti itulah yang dihadapi oleh Columbus dari awak kapalnya sewaktu ia berlayar ke arah barat dari Spanyol untuk mendapatkan jalan baru ke Maluku. Akhirnya, berkat keengganannya mempercayai pengetahuan apriori, Columbus dunia baru yang kemudian bernama benua Amerika. Walaupun penemuannya itu tidak sengaja, karena ia bukan sampai di Maluku tetapi tersesat di benua Amerika.
Cara menemukan pengetahuan baru yang keempat dikenal sebagai metode sains. Metode ini secara khas menonjol di atas ketiga metode lainnya, karena dalam menemukannya mengembangkan pengetahuan, disepanjang proses penemuan pengetahuan itu, metode ini selalu menilai dan memperbaiki pengetahuan yang diperoleh itu secara terus menerus melalui berbagai macam batu uji.
Oleh karena itu, metode sains dikenal sebagai suatu cara menemukan pengetahuan yang obyektif. Karena pengetahuan yang ditemukan itu harus obyektif, maka pada dasarnya semua persyaratan yang dimintakan lain, apabila semua persyaratan yang dimintakan telah dipenuhi, siapapun yang melakukannya, ia akan mendapatkan akibat yang sama. Itulah sebabnya mengapa dikatakan bahwa inti sains adalah perumuman.
Epistemologi dalam pendidikan sains membahas tentang bagaimana pengetahuan sains diperoleh, dipahami, dan dikonstruksi oleh individu dalam konteks pembelajaran ilmu pengetahuan. Epistemologi ini berfokus pada cara-cara siswa memperoleh pengetahuan sains, bagaimana pengetahuan sains diorganisasi, dan bagaimana pemahaman tersebut dapat diperluas dan ditingkatkan.
Dalam pendidikan sains, epistemologi berperan penting dalam membentuk pendekatan pembelajaran yang efektif. Beberapa aspek epistemologi dalam pendidikan sains yang relevan adalah sebagai berikut:
Konstruktivisme: Pendekatan konstruktivis menganggap siswa sebagai pembangun pengetahuan. Menurut pandangan ini, siswa secara aktif membangun pemahaman mereka melalui pengalaman langsung, eksperimen, dan refleksi. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam proses konstruksi pengetahuan mereka sendiri.
Pembelajaran Berbasis Inkuiri: Pembelajaran berbasis inkuiri mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, menyelidiki, dan mengembangkan pemahaman mereka melalui proses penemuan. Siswa dihadapkan pada tantangan dan masalah yang memicu mereka untuk mencari jawaban melalui pengamatan, eksperimen, dan analisis data. Dalam proses ini, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi ilmiah.
Pembelajaran Kolaboratif: Epistemologi pendidikan sains juga menekankan pentingnya pembelajaran kolaboratif. Melalui kerjasama dalam diskusi kelompok atau proyek tim, siswa dapat membangun pengetahuan secara bersama-sama, saling bertukar ide, dan memperluas pemahaman mereka melalui perspektif yang berbeda. Pembelajaran kolaboratif juga mencerminkan cara ilmiah dalam membangun pengetahuan melalui diskusi dan kerjasama dalam komunitas ilmiah.
Metakognisi: Epistemologi pendidikan sains juga mencakup pemahaman siswa tentang cara mereka belajar dan memperoleh pengetahuan. Metakognisi melibatkan kesadaran siswa tentang proses berpikir mereka sendiri, strategi belajar yang efektif, dan kemampuan untuk merefleksikan pemahaman mereka. Siswa yang memiliki keterampilan metakognitif yang baik dapat mengatur diri, mengidentifikasi kekurangan pemahaman mereka, dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaikinya.
Penerapan epistemologi dalam pendidikan sains mempengaruhi cara pengajaran dan pembelajaran sains. Guru perlu memperhatikan peran siswa sebagai pembangun pengetahuan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen dan penyelidikan, mendorong kolaborasi dan diskusi, serta membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan metakognitif mereka. Dengan demikian, pendidikan sains dapat menjadi proses yang lebih bermakna dan efektif dalam memperoleh pengetahuan dan pemahaman ilmiah yang mendalam. (*/aro)
Mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 2023 (NIM: S832302011)