RADARSEMARANG.COM, PENERIMAAN Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sudah diumumkan sejak bulan Desember tahun 2021 lalu. Akan tetapi, mundurnya beberapa CPNS dengan berbagai macam alasan menjadi fenomena yang patut untuk dibahas. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Kementrian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) dan Komisi II DPR RI, yang mendominasi mundurnya CPNS adalah para generasi milenial dan generasi Z. Faktor yang menjadi sebab antara lain kecilnya gaji dan tunjangan yang mereka terima, lokasi penempatan yang terlalu jauh dan tidak sesuai dengan ekspektasi, serta beberapa menyatakan kehilangan motivasi untuk menjadi CPNS.
Generasi milenial dan generasi Z merupakan generasi yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, dimana mereka cenderung menyukai tantangan kerja yang berat dan berorientasi pada performa indeks yang jelas. Ketika mereka mampu menyelesaikan pekerjaan itu, maka ada kebanggaan yang mereka rasakan (pride). Pandemi Covid-19 juga turut memunculkan banyak kesempatan baru untuk para generasi milenial dan generasi Z, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital, mereka mampu menjalankan usaha dan menghasilkan pendapatan yang luar biasa. Di samping itu, terbukanya peluang pekerjaan lain dengan gaji yang tinggi menjadikan mereka memilih mundur menjalankan pilihan tugasnya sebagai abdi negara.
Meskipun persentasenya kecil, akan tetapi hal ini harus menjadi evaluasi bersama. Mengingat permasalahan mengenai abdi negara ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga negara lain, seperti halnya Amerika Serikat. World Economy merilis data bahwasannya tidak semua generasi milenial dan generasi Z baik itu di Indonesia maupun di Amerika Serikat memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan swasta. Di tahun 2030 mendatang hanya India saja yang diperkirakan masih memiliki 1 (satu) juta penduduk untuk meng-cover kebutuhan akan tenaga kerja. Sisanya negara lain tidak mampu memenuhi itu, karena banyak tenaga kerja yang tidak memiliki skill yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Di tengah hembusan kabar bahwa tenaga manusia akan digantikan oleh tenaga robot, skill penting yang harus dimiliki adalah skill kemanusiaan, yang mana generasi milenial dan generasi Z ini harus menjadi generasi tangguh dan tidak mudah rapuh.
Memilih jalan untuk keluar dari CPNS padahal sudah mendapatkan tiket lolos, tentu sangat merugikan negara. Dimana anggaran yang digelontorkan untuk pelaksanaan tes CPNS tidak main-main. Pada tahun 2019 saja menghabiskan dana 3,7 miliar rupiah.
Belum lagi masih harus memikirkan kekosongan formasi yang terjadi. Pemerintah sudah seharusnya melakukan perbaikan sistem agar ada giat baru bagi para CPNS dalam menjalankan tugasnya, seperti pemberian reward bagi CPNS yang kerjanya sudah memenuhi target yang telah ditetapkan. Di samping itu, adanya reward juga dapat mengatasi kesenjangan pendapatan antarinstansi baik pusat ataupun daerah yang selama ini dipermasalahkan. Pemberian reward tentu akan memacu CPNS bekerja secara profesional. Mereka akan memiliki mindset jika hanya terjebak di dalam zona nyaman, maka tidak akan mencapai kesejahteraan yang mereka mimpikan.
Survei yang dirilis oleh KemenpanRB menyatakan bahwa CPNS adalah pekerjaan yang paling retain yang mana jumlah anggota keluarnya sangat sedikit sampai usia pensiun tiba. Akan tetapi dengan jaminan yang diberikan, membuat sebagian dari mereka terjebak pada situasi yang terlalu enak. Atas masalah tersebut tentu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bukan satu-satunya solusi yang bisa diberikan, namun harus ada upskilling agar para abdi negara ini mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dengan begitu, dalam menjalankan pekerjaan tidak ada ketertinggalan yang mereka rasakan dan benar-benar berjuang bagi kemajuan bangsa dan negara.
Riset dari School Of Management menyatakan value for feedback. Generasi milenial ingin frequent feedback, sedangkan generasi Z ingin constant feedback. Mereka membutuhkan transparansi dari pekerjaan yang mereka lakukan, seperti halnya gaji atau jenjang karir. Namun apabila diteliti lebih jauh, justru menjadi abdi negara sistemnya sudah sangat terbuka. Sejak awal mereka sudah tahu berapa jumlah gaji dan tunjangan yang akan mereka terima serta setiap 4 (empat) tahun sekali akan ada kenaikan pangkat. Jika dibandingkan dengan swasta jelas sangat berbeda, swasta dalam menetapkan career path masih dalam lingkaran prediksi.
Generasi milenial dan generasi Z adalah generasi yang paling cerdas daripada generasi boomers sebelumnya. Akan tetapi perbaikan mental harus terus diterapkan supaya mereka memiliki mental yang tangguh dan sabar dalam meniti karir. Di samping itu, pemerintah juga harus memperbaiki sistem perekrutan yang dilakukan, ketika berkaca dari negara maju seperti Australia dan New Zeland yang menekankan pada value dari abdi negara tersebut. Selain itu, implementasi sistem meritokrasi juga harus diperbaiki jangan hanya mengedepankan prinsip “hiring view good people” fokus merekrut orang baik tetapi kehilangan orang yang bagus di dalam tubuh abdi negara tersebut. Tekankan prinsip kompetitif dan berkeadilan, motivasi pengabdian namun gaji profesional. (*/ida)
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Diponegoro