RADARSEMARANG.COM, KATA MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Negara anggota ASEAN terdiri atas 10 negara yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Thailand, Cambodia, Laos, Myanmar, Singapore, Vietnam, dan Indonesia. MEA bertujuan untuk membuat ekonomi ASEAN semakin terintegrasi dan kohesif, berdaya saing dan dinamis. Namun dalam pelaksanaannya, MEA dapat menjadi dua sisi mata uang yang memberikan dampak positif dan negatif bagi perekonomian Indonesia.
Dari segi pro, MEA memberikan banyak manfaat bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Pertama, membuka kesempatan antarnegara ASEAN untuk melakukan perdagangan bebas sehingga dapat meningkatkan jumlah ekspor Indonesia ke negara lain ditambah lagi dengan adanya sistem yang bebas tarif dan bebas hambatan. Kedua, memberikan dampak kemajuan dalam bidang sosial. Dengan adanya MEA, hubungan antarnegara anggota ASEAN semakin kuat karena didasari atas visi dan status sosial yang sama sebagai masyarakat Asia dalam menatap perkembangan ekonomi di masa mendatang.
Ketiga, mendorong pertumbuhan investasi asing yang dapat memperkuat ketahanan modal di dalam negeri. Penanaman modal yang diikuti terbukanya lapangan kerja juga perlu jadi perhatian. Semakin banyak lapangan kerja, semakin luas pula kesempatan kerja sehingga berdampak baik bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Dan keempat, dalam bidang UMKM, peluang wirausaha baru sangat tinggi karena pasar bebas memberikan jangkauan produk dan relasi bisnis yang lebih luas, serta pengembangannya yang semakin mudah dilakukan.
Selain itu, masih banyak lagi manfaat MEA lainnya. Namun di samping itu, MEA juga bisa memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Dari segi kontra, dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah yang banyak, maka akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negeri yang lebih berkualitas. Akibatnya beberapa sektor industri dalam negeri tidak mampu bersaing bahkan bisa mengalami kerugian yang sangat besar sehingga terjadi pengangguran bahkan kemiskinan terus bertambah.
Adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut, akan mengakibatkan tenaga kerja asing dari Malaysia, Thailand, dan Singapura dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia. Hal ini mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat. Selain itu, terjadi eksploitasi dengan skala besar terhadap ketersediaan SDA (Sumber Daya Alam) oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia karena Indonesia memiliki jumlah SDA yang melimpah dibandingkan dengan negara-negara lain. Di sinilah perlunya satu regulasi ketat Pemerintah untuk mengawal penggunaan SDA Indonesia agar jangan terjadi eksploitasi yang merugikan masyarakat sekitar.
Dalam bidang UMKM, industri kecil yang memiliki daya saing lemah akan semakin tergeser karena semakin banyak produk dengan jenis sama yang lebih murah. Contoh kasus produk mainan dari China yang dijual sangat murah di Indonesia. (*/ida)
Mahasiswa Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata