Setelah viral, bukan hanya pujian yang mampir pada Lingga. Banyak omongan miring yang juga ditujukan kepadanya. Terlebih setelah ia aktif membagikan momen-momen kebersamaannya dengan para siswa. Padahal, sebelum viral, ia sudah sering membuat video-video rekap. Baik bersama para muridnya maupun tim dance-nya.
Selain dance, ngonten dengan para siswa ini juga jadi salah satu terapi healing baginya. Tak banyak yang tahu, di balik sosoknya yang ceria, Lingga sempat depresi berat. Ia pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya.
Momen itu terjadi awal tahun lalu. Perempuan kelahiran 1995 tersebut diterpa masalah keluarga. Kondisi pandemi Covid-19 pun kian memperburuk situasinya kala itu. Banyak pekerjaan yang mandek. Keuangannya pun tak stabil.
Belum lagi, kondisi kakinya yang memang mengalami leg length discrepancy atau panjang sebelah sedang terasa tak baik-baik saja. ”Waktu itu rasanya berat banget. Mikirnya, gila ya, gue udah cacat, di-bully sejak SD-SMP, masak dapat masalah keluarga juga?” kenangnya.
Berbulan-bulan Lingga harus menelan semua masalahnya sendiri. Ia tetap mengajar secara daring dengan ceria meski setelahnya diisi tangis. Puncaknya ketika ia harus dilarikan ke rumah sakit. Lingga didiagnosis Covid-19, radang usus, hingga tifus.
Nah, saat terbaring di rumah sakit itu, Lingga dikagetkan dengan ratusan ribu notifikasi di handphone-nya. Isinya like dan comment di video yang dibuatnya.
Siapa sangka, video-video rekapnya berhasil FYP. Dari sana ia mulai bangkit lagi. Kondisi keluarganya pun perlahan membaik setelah dirinya masuk rumah sakit.
”Kalau diingat, gila ya gue keren banget. Masih idup loh sampai sekarang. Terima kasih diriku,” kelakarnya. (ZALZILATUL HIKMIA/c9/ttg)