26.4 C
Semarang
Monday, 23 June 2025

Guru MTs Negeri Magelang Tebar Virus Menulis, Dua Tahun Garap 18 Buku

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Yuniar Widati merupakan guru MTs Negeri Magelang yang namanya sedang meroket. Juli 2022 lalu, dia menerima penghargaan sebagai guru dan tenaga kependidikan terbaik tingkat Jawa Tengah.

Yuniar tak menyangka mendapatkan kehormatan itu. Apresiasi dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah itu menjadi pelecut baginya. Ia tidak ingin berhenti berkarya selama nafas masih berhembus.

Ia mengingat-ingat hal apa yang membuatnya menjadi guru berprestasi. Ia menduga, karena keaktifan dan produktivitasnya dalam membuat karya tulis. Baik itu buku, maupun karya ilmiah. Ia sudah merilis 10 karya dalam dua tahun terakhir. Kali pertama di tahun 2020 lalu. “Total karya solo saya ada 10 buku, delapan karya kolaborasi,” sebutnya.

Yuniar bahkan kaget, ketika selesai menghitung jumlah karyanya selama dua tahun ini. “Ternyata lumayan banyak ya, hehehe,” celetuknya.

Warga Tempuran, Kabupaten Magelang itu, memang hobi menulis dan membaca. Jika muncul ide, langsung ia tuangkan. Itulah yang membuat Yuniar cepat memiliki banyak karya. Yuniar punya keyakinan, menulis bermanfaat untuk pengembangan diri. Makin sering nulis, makin terampil. Makin sering baca buku, makin banyak referensi. Makin sering bertemu orang, makin banyak inspirasi.

“Karena sebagian besar karya-karya saya itu sebetulnya dari pengalaman pribadi dan pengalaman teman-teman saya,” akunya.

Dua karyanya yang berjudul “Di Ujung Rindu” dan “Tegar” bahkan mampu mengobrak-abrik emosi Yuniar. Ia bahkan meneteskan air mata kala menceritakan kembali proses penggarapan karya tersebut. Banyak hal berat terjadi. Kisah teman yang diangkat dalam karyanya sarat akan pelajaran hidup. Bagaimana manusia bertarung dalam mendapatkan kesabaran. Penantian yang pajang itu pun berbuah manis. Tidak ada yang sia-sia. Tinggal bagaimana manusia menyikapi setiap masalah yang menghampiri.

“Kalau kita tetap sabar dan bertahan dalam berjuang, kita akan mendapat kebahagiaan. Saya ingin sampaikan itu kepada pembaca,” ungkapnya.

Bahkan dia menangis saat menulis kedua buku itu. Yuniar terlalu mendalami cerita. Apalagi saat ada konflik batin dalam tokoh yang dihadirkan. Mengharuskan bercerita kepada orang tua, tentang kesusahan seorang anak. “Itu berat,” ucapnya.

Yang namanya orang tua, tidak ingin melihat anaknya bersedih. Bahkan orang tua bisa merasakan rasa sakit dua kali lipat atas apa yang diderita anaknya. “Begitulah orang tua,” imbuh perempuan kelahiran 1978 itu.

Sejak menulis buku, ia juga merasa ada perubahan dalam diri. Karena banyak hal yang bisa ia pelajari dari pengalaman hidup orang lain. Makin banyak hikmah yang bisa diambil dalam setiap cerita. Apa yang dilakukan Yuniar rupanya menjadi inspirasi teman-temannya, banyak yang tertular virus menulis. “Saya menyebut diri sendiri ini sebagai kompor dan provokator menulis,” ucapnya tertawa.

Ya, Yuniar ingin semakin banyak guru-guru yang produktif. Tidak hanya mengajar, tapi juga menulis. “Sejujurnya, saya menulis untuk edukasi dan misi pendidikan,” pungkasnya. (pup/zal)

Reporter:
Puput Puspitasari

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya