RADARSEMARANG.COM, Semarang – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah (Jateng) sambut baik penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) hingga waktu yang belum ditentukan. Lantaran banyak pasal yang dinilai perlu perbaikan, khususnya dalam hal tunjangan profesi guru (TPG).
Ketua PGRI Jateng Dr Muhdi mengatakan, pihaknya bersama rekan-rekan guru lainnya sedang berjuang mempertahankan TPG yang kabarnya akan dihapuskan dalam RUU Sisdiknas. “PGRI belum sepakat dengan dihilangkannya batasan profesi dan tunjangan profesi ya, sehingga kita berjuang habis-habisan satu-satu,” katanya saat ditemui di kantornya.
Muhdi menyambut baik adanya tunjangan bagi guru yang belum tersertifikasi. Namun, ia menyayangkan ketidakjelasan mengenai TPG bagi guru yang sudah tersertifikasi.
Menurutnya, lebih baik apabila pemerintah menetapkan regulasi terkait gaji tetap bagi tenaga guru honorer dibandingkan membahas perihal tunjangan. Mengingat, masih banyaknya guru honorer yang mendapatkan gaji di bawah upah minimum.
“Kalau saya jangankan mikir tunjangan, pastikan dulu guru honorer itu dapatnya berapa di Kota Semarang. Di provinsi upah minimum, kalau ini semua se-Indonesia beri insentif kan bisa tanpa UU sekalipun,” tambahnya.
Ia menambahkan tunjangan seharusnya bisa diatur oleh pemerintah daerah setempat. Saat ini, terdapat sejumlah daerah yang telah memberikan tunjangan kinerja bagi guru yang belum tersertifikasi.
“Sebenarnya tanpa UU Sisdiknas kalau mau juga nggak apa-apa. Jadi kalau saya melihatnya semua tinggal itikad baiknya, kemauan atau political will–nya,” katanya.
Sebelumnya, Muhdi mencontohkan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag), guru yang belum melakukan sertifikasi telah mendapatkan tunjangan kinerja. Besar tunjangannya yakni 50 persen dari tunjangan kerja di golongannya atau sekitar Rp 1,4 juta. Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi contoh yang baik untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) nantinya. (kap/ida)