29.2 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Guru Madin Sesalkan Lima Hari Sekolah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, SemarangKegusaran Forum Komunikasi Diniyyah Takmiliyah (FKDT) Kota Semarang terkait dugaan adanya surat edaran (SE) pengaturan lima hari sekolah, akhirnya ditanggapi oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang.

Seperti diketahui belum lama ini Disdik mengeluarkan SE Nomor B/728/061.2/VI/2022 tanggal 30 Juni 2022 berisi pengaturan jam kerja bagi ASN di Pemkot Semarang, namun memang tercantum pengaturan jam sekolah. Hal ini dikhawatirkan bisa mengancam moral dan akhlak anak usia sekolah karena tidak bisa mengikuti kegiatan di Madrasah Diniyyah (madin).

“Jadi, perlu diluruskan, kalau surat edaran ini berkaitan dengan pengaturan jam kerja bagi ASN dan pegawai lingkungan Pemkot. Bukan terkait edaran lima hari sekolah,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang Muhammad Ahsan, Senin (18/7).

Dalam SE tersebut memang tercantum tentang pengaturan jam sekolah. Tapi, lanjut Ahsan, aturan lima hari ataupun enam hari sekolah sebelumnya diatur dalam Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017.

Namun ada juga sekolah yang tetap memberlakukan enam hari, ada pula yang beralih ke lima hari sekolah. Bagi sekolah yang beralih ke lima hari sekolag, harus mendapatkan persetujaun dari orang tua dan dinas pun akan melakukan verifikasi.

“Sekolah sebelumnya harus mendapatkan persetujuan orang tua mayoritas setuju. Kalau itu sudah, kita lakukan verifikasi dulu dan diberikan SK baru beralih ke lima hari sekolah,” tuturnya.

Ia menerangkan, masih banyak SD di Semarang yang memberlakukan sekolah enam hari. Sementara untuk tingkat SMP memang mayoritas sudah berpindah ke enam hari. Ia pun meluruskan, jika jam pegawai dan jam belajar anak-anak atau siswa didik ini berbeda. Apalagi diberlakukan kurikulum baru, yakni kurikulum Merdeka.

“Di mana kurikulum ini ada tatap muka enam jam pelajaran, dan project penguatan Pancasila 20 sampai 30 persen. Kalau SD kelas 1 sampai 3 satu jamnya 30 menit. Kalau kelas 4 sampai enam 40 menit, jadi tidak sampai sore dan bisa melanjutkan belejar ke Madrasah Diniyyah,” jelasnya.

Ia menegaskan, jika dinas ataupun Pemkot Semarang memberikan dukungan penuh jika siswa didik bisa sekolah umum pada pagi sampai siang hari, dan sore harinya melakukan pembelajaran non formal di Madrasah Diniyyah untuk mempelajari ilmu agama.

“Initinya kita senang kalau memang sorenya bisa belajar agama. Selain itu hal-hal teknis terkait dengan masalah ini sebenarnya bisa dirembuk bareng dan dijadikan solusi,” katanya.

Sebelumnya, FKTD mengadu ke wakil rakyat terkait lima hari sekolah, karena jam pelajaran ditambah, sehingga siswa baru pulang dari sekolah sore hari. Padahal sore hari, bisa menimba ilmu agama dengan kegiatan Taman Pendidikan Alquran (TPQ) ataupun Madrasah Diniyyah sore.

“Kita khawatirkan moral anak-anak, seharusnya sore hari bisa mendapatkan pendidkan agama di madrasah saat sore hari,” keluhnya.

Lima tahun lalu, kata dia, memang sudah ada Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur sekolah lima hari. Peraturan ini juga ditolak para ulama. Sementara itu terkait SE yang dikeluarkan Disdik memiliki landasan Pemendikbud dan SE Menpan RB Nomor 16 Tahun 2022 tentang Kewajiban Menaati Jam Kerja Bagi Aparatur Sipil Negara.

“Harusnya kan tentang jam kerja ASN, jadi harus mengatur disiplin ASN itu sendiri bukan mengubah jam sekolah. Intinya adalah siswa ini jangan dikorbankan,” tuturnya.

Dalam SE tersebut dicantumkan pilihan sekolah yang boleh masuk lima hari atau enam hari dalam seminggu. Namun para praktiknya, para kepala sekolah banyak meminta persetujuan para wali murid agar tetap memilih sistem lima sekolah.

“Faktanya siswa belajar lima hari sekolah, nggak punya waktu ngaji ataupun belajar agama di madrasah. Apalagi sekolah tidak memberikan ilmu agama sepeti di TPQ ataupun madrasah” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Semarang, Sodri membenarkan apa yang disampaikan FKDT. Menurutnya, siswa SD dan SMP saat ini kehilangan kesempatan belajar agama di TPQ ataupun Madrasah Diniyyah.

“Tentu kami prihatin dengan moral anak-anak kita yang tak bisa mengaji, selama lima tahun ini banyak TPQ ataupun madrasah yang hilang karena lima hari sekolah,” katanya. (den/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya