RADARSEMARANG.COM, Semarang – Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang meningkatkan toleransi sejak dini melalui lomba. Yakni lomba yang mewadahi siswa SD yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Nuansa toleransi dalam giat tersebut terasa kental.
Pelaksana Bidang Pembinaan SD Dinas Pendidikan Kota Semarang Niken Tampi Sunermi mengatakan, event ini mempertemukan peserta terbaik dari tiap kecamatan yang ada di Kota Semarang. Baik dari sekolah negeri maupun swasta.
“Ada sekitar 208 peserta. Mereka adalah juara 1 tingkat kecamatan di masing-masing cabang lomba,” tuturnya saat ditemui Jawa Pos Radar Semarang di SD Wonotingal 04 yang menjadi tuan rumah lomba Selasa (15/3).
Lomba lima agama ini terbagi menjadi tiga. Yakni Lomba Mata Pelajaran Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) yang terdiri atas tujuh cabang lomba. Di antaranya teknologi informasi dan komunikasi Islami (TIKI) putra dan putri, khitobah putra-putri, khot putra-putri, dan adzan.
Ada juga Lomba Mata Pelajaran Kristen dan Katolik (MAPAK) yaitu membaca kitab suci agama masing-masing. Sedangkan untuk siswa yang beragama Hindu dan Budha dinamakan Lomba Mata Pelajaran Hindu dan Budha (MAPHUDHA). “Untuk MAPSI berjenjang hingga ke tingkat provinsi. Sementara untuk MAPAK dan MAPHUDA belum,” ujarnya.
Tujuan lomba, kata dia, supaya memupuk toleransi beragama di Kota Semarang. Pihaknya ingin, perhatian pembinaan minat bakat dan kreativitas tidak hanya terpaku pada satu agama saja. “Kita memberikan fasilitas untuk semua lomba mata pelajaran agama. Sehingga semangat pengembangan bakat dirasakan oleh semua siswa yang berbeda agamanya,” katanya.
Pantauan RADARSEMARANG.COM, lomba hanya digelar satu hari. Meskipun luring, semua patuh dengan protokol kesehatan (prokes). Pembina dan peserta juga mengenakan pakaian sesuai identitas agamanya. Jika dilihat dari halaman sekolah, gedung dua tingkat itu dipenuhi orang yang memakai peci, surban, udeng, dan identitas agama lainnya. “Inilah potret kerukunan, persaudaraan, adem ayem. Tetap berprestasi sesuai dengan keimanan masing-masing,” tandasnya
Niken melanjutkan, dari seluruh cabang lomba tidak semua sekolah dapat mengirimkan delegasi. Khususnya lomba MAPHUDHA, tidak tersebar secara merata di semua kecamatan di Kota Semarang.
Salah satu pendamping SD Islam Taqwiyatul Wathon Sularto mengapresiasi kegiatan ini. Dirinya bersyukur dan merasa terbantu lantaran bakat para siswa masih dipedulikan. Pasalnya, nasib siswa saat pandemi kurang ada perhatian khususnya dari orang tua. “Dengan adanya lomba, siswa dapat disibukkan dengan kegiatan yang positif dan mengasah keterampilannya,” ucapnya.
Menurutnya, jika siswa dibiasakan bergaul dengan yang beda agama, kelak akan memahami tentang keberagaman. “Kita kan negara Pancasila. Semua perbedaan agama, suku, dan ras dinaungi,” pungkasnya. (cr3/ida)