RADARSEMARANG.COM, Semarang – UIN Walisongo sejak pertama kali didirikan 52 tahun silam, kini memiliki profesor ke-30. Adalah Prof Dr M Mukhsin Jamil M.Ag yang mengusung “Rekonstruksi pemikiran Islam dan tantangan Islamisme di Indonesia Kontemporer” dalam pidato pengukuhannya Selasa (15/2) kemarin.
Prosesi ini dihadiri oleh 250 orang tamu undangan. Di antaranya hadir Perwakilan Kemenag Jakarta, tokoh UIN, dan perwakilan dari kampus lain.
“Perjuangan atau jihad bukan tindakan membabi buta menebarkan kebencian, kekerasan, dan teror. Namun dalam konteks gerakan dan pemikiran Islam, jihad adalah mengembangkan (membangun) kehidupan manusia, menjaga hak asasi dan mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan publik,” kata Prof Mukhsin Jamil.
Prof Mukhsin aktif mengkaji pemikiran Islam sejak 20 tahun silam saat pertama kali aktif sebagai dosen di IAIN/UIN Wlaisongo Semarang. Minatnya mengenai pemikiran dan Gerakan Islam Indonesia terdokumentasi pada puluhan karya Ilmiah yang ia hasilkan.
“Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia berhasil membuat saya jatuh cinta dalam segi keilmuan. Kecintaan saya terlihat dari konsistensi saya dalam berbagai karya akademik saya,” ujarnya saat pidato pengukuhan.
Sejumlah karya antara lain disebutkan dalam pidato pengukuhannya: Membangun Nalar: Kontestasi Islam Literal dan Islam Liberal, Agama-Agama Baru di Indonesia, Nalar Islam Nusantara, Menolak Dogmatism Wacana Agama, The Tarekat and The Determination of NU Politic, dan The Decline of Civil Islam: Islamis Mobilization in Contemporary Indonesia. “Saya sangat intensif memperhatikan gerakan islam terlebih ketika fenomena aksi massa menyita dunia,” tambahnya.
Sementara itu Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Dr Imam Taufiq M.Ag menyampaikan rekonstruksi pemikiran Islam yang digagas oleh Prof Mukhsin merupakan upaya intelektual yang diperlukan untuk mengatasi persoalan Islam di Indonesia saat ini. “Rekonstruksi pemikiran Islam yang digagas oleh Prof Mukhsin merupakan bentuk ijtihad intelektual yang sangat penting,” ujarnya
“Itjihad intelektual ini merupakan upaya penting untuk mengatasi kegelisahan antara ‘yang semestinya’ dan ‘yang sedang terjadi’. Khususnya dalam perkembangan Islam di tanah air,” tambahnya. (cr1/ida)