27 C
Semarang
Tuesday, 8 April 2025

Gabungkan Sains dengan PBL yang Mengangkat Permasalahan Konkret di Lingkungan Sekitar

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Siswa kerap kesulitan memahami materi yang disampaikan oleh pengajar saat proses pembelajaran di sekolah. Hal ini membuat para pengajar berlomba-lomba berinovasi menciptakan metode atau sistem belajar yang efektif dan mudah diterima oleh anak didiknya.

Adalah Anindhyta Putri Pradipta M.Pd. Sebagai guru SD Labschool Unnes yang lahir Wonogiri pada 5 Februari 1991 silam. Dirinya berusaha membantu anak didiknya agar lebih mudah memahami materi pembelajaran di sekolah. Dengan metode Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) yang dipadukan dengan Project Base Learning (PBL). Metode tersebut menggabungkan sains dengan PBL yang mengangkat permasalahan konkret yang terjadi di lingkungan sekitar. Memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar siswa, seperti kertas dan kardus.

Dita –begitu sapaan akrab Anindhyta- memulainya dengan menghadapkan peserta didiknya anak-anak secara langsung pada permasalahan banjir yang kerap melanda Kota Semarang. Karena itulah, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang harus membuat desain bangunan kota dengan perbandingan setengah perumahan warga dan setengahnya adalah ruang hijau.

Metode tersebut melatih penalaran dan meningkatkan keingintahuan siswa akan suatu permasalahan. Hal ini mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga dapat berbagi pengetahuan dengan teman-temannya. Bahkan metode inovasi Dita dipandang bagus oleh Seameo Qitep in Mathematics (SEAQIM) dan masuk dalam 20 besar Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terbaik di masa pandemi Covid-19.

Selain menggunakan metode di atas, dalam mengajar Dita juga fokus pada pendidikan karakter anak yang lebih personal. “Setiap akhir tahun ajaran, saya selalu kasih sertifikat ke setiap anak di kelas saya sesuai dengan bakat mereka,” ungkapnya.

Hal itu ia lakukan untuk memotivasi dan mengapresiasi peserta didiknya sekecil apapun prestasinya. “Saya ingin anak didik saya paham bahwa setiap dari mereka itu berharga,” kata istri Raydinur Al-Fathoni ini.

Tidak hanya yang juara matematika, juara renang, atau taekwondo saja yang bisa dibanggakan. Tapi hal sederhana seperti berhasil membuat prakarya yang bagus juga patut mendapatkan pengakuan dan apresiasi.

Hingga kini Dita sudah mengajar selama tujuh tahun. Sekolah pertama yang ia ajar adalah Focus Independent School yang berada di Surakarta. Kemudian pada 2019 ia dan suaminya pindah ke Semarang dan mulai mengajar di SD Labschool Unnes. Tahun ini, Dita berhasil lolos dalam Program Guru Penggerak angkatan ke-4 Kota Semarang yang dinaungi oleh Kemdikbud. Tugasnya sebagai pengajar praktik dan mendampingi lima guru penggerak di sekolah lain di Kota Semarang. Selain menjadi guru, wanita kelahiran Wonogiri, 5 Februari 1991 ini, juga menekuni aktivitas volunteering hingga menjadi penulis konten.

Bagi Dita, impian terbesarnya setelah menjadi guru adalah menjadi konsultan pendidikan dan memiliki sekolah sendiri. Ia sangat terinspirasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Maria Montessori, yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

“Kalau punya sekolah sendiri, saya bisa menerapkan filosofi dan cara mengajar ala kedua tokoh tersebut ke sistem pembelajaran di sekolah saya,” ungkap guru lulusan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini.

Dita berharap, semua guru di negeri ini dapat melakukan yang terbaik untuk anak didiknya. “Saya ingin agar semua guru bisa tergerak, bergerak, dan menggerakkan guru-guru yang lain. Murid-murid jangan hanya dipandang sebagai orang yang butuh diberi materi saja, tapi harus olah rasa, olah karsa, dan olah pikir,” imbuh ibu satu anak dari Arshaka Raditya ini. (mg17/mg19/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya