RADARSEMARANG.COM, JAKARTA – ASO (analog switch off) belum sepenuhnya berjalan mulus. Pemerintah dan DPR meminta semua pihak mendukung peralihan ke era televisi digital, tapi pelaku industri menunjuk adanya standar ganda dalam pelaksanaannya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate meminta dukungan ekosistem penyiaran untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
”Tujuan kita sama bahwa layanan yang diberikan itu bisa memberikan manfaat dan benefit bagi industri,” ujarnya.
Suara lebih keras datang dari parlemen.
Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno mengatakan, undang-undang (UU) sudah tegas menyatakan bahwa ASO berlaku mulai 2 November 2022. Maka, semua stasiun televisi harus mematuhi aturan tersebut.
Tidak boleh ada stasiun televisi yang membangkang dan tidak mau melaksanakan aturan tersebut. Semua siaran TV analog harus dimatikan dan berganti ke TV digital seperti yang ditetapkan UU.
”Silakan pemerintah mematikan semua siaran TV analog,” terang Dave kepada Jawa Pos kemarin.
Jika ada stasiun TV yang belum melakukan ASO, dia meminta pemerintah melakukan tindakan tegas kepada perusahaan tersebut. ”Sebab, aturannya sudah sangat jelas terkait ASO,” kata Dave.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menyebutkan, siaran TV digital akan memberikan banyak keuntungan.
”Penonton di rumah mendapatkan gambar yang jernih, suara yang berkualitas, serta gratis dinikmati seluruh masyarakat Indonesia,” katanya.
Program ASO, lanjut dia, diatur dalam Pasal 60A Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sebagaimana diubah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal itu menyebutkan bahwa peralihan siaran televisi analog ke digital telah ditetapkan pada 2 November 2022 sebagai batas terakhir.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan, ada tujuh televisi yang membandel.
Ketujuhnya adalah RCTI, Global TV, MNC TV, Inews TV, ANTV, tvOne, dan Cahaya TV. Untuk tujuh stasiun televisi tersebut, lanjut Mahfud, secara teknis pemerintah sudah membuat surat pencabutan izin stasiun radio tertanggal 2 November.
Tapi, Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo heran dengan ASO yang hanya berlangsung di Jabodetabek dengan alasan perintah undang-undang (UU). ”Padahal, UU Cipta Kerja adalah ASO nasional. Bukan hanya ASO Jabodetabek,” ucapnya dalam surat terbuka.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan UU Cipta Kerja dengan putusan nomor 91/PUU-XVII/2020 butir 7 yang berbunyi: menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
”Arti dari putusan MK adalah sesuatu yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat agar ditangguhkan,” tegasnya.
Menurut dia, dari sisi hukum juga terdapat kejanggalan. Kemenkominfo menggunakan standar ganda.
Pertama, Jabodetabek mengikuti perintah UU dengan menggunakan ASO. Kedua, luar Jabodetabek mengikuti putusan MK yang membatalkan ASO.
”Saya pernah menyampaikan ini kepada Bapak Presiden (Joko Widodo). Bahwa sebaiknya saat ini berjalan simulcast (siaran analog dan digital berjalan bersama) sampai masyarakat siap dengan TV digital,” terang pria yang akrab disapa HT itu.
Jika ingin cepat, lanjut dia, TV analog dilarang diperjualbelikan di pasar. Dengan begitu, masyarakat otomatis membeli TV digital. Jika tidak, berarti keputusan ASO sama saja memaksa masyarakat membeli set top box (STB) agar bisa menonton siaran digital.
Padahal, kondisi ekonomi sebagian masyarakat kurang baik lantaran terimbas pandemi Covid-19.
”Bahkan, saya pernah mendengar konon arahan Bapak Presiden di rapat kabinet agar hati-hati dalam menerapkan kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. Termasuk implementasi ASO,” ujar HT.
Terpisah, Corporate Secretary PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) Neil R. Tobing menghormati anjuran pemerintah untuk melaksanakan ASO (analog switch off).
VIVA sebagai induk usaha dari ANTV dan tvOne menyampaikan terima kasih kepada para penonton, khususnya di wilayah layanan Jabodetabek.
”VIVA dengan kerendahan hati memohon maaf karena pada 3 November 2022 pukul 24.00 WIB ANTV dan tvOne harus menghentikan siaran analog (analog switch off) di wilayah layanan Jabodetabek untuk memenuhi permintaan pemerintah melalui Menko polhukam,” tuturnya dalam keterangan yang diterima Jawa Pos kemarin (4/11).
Meski, lanjut dia, tingkat penetrasi masyarakat di Jabodetabek terhadap akses siaran digital masih sangat minim. Sebanyak 60 persen penduduk Jabodetabek masih menggunakan TV analog.
Serta masih multitafsir terhadap implementasi peraturan perundang-undangan sebagai akibat dari beberapa upaya hukum. ”Namun, kami mengikuti anjuran pemerintah,” imbuhnya.
Untuk bisa menerima siaran digital, masyarakat harus menyiapkan STB dengan harga Rp 150 ribu–Rp 200 ribu. Masyarakat miskin yang terdaftar di Kementerian Sosial (Kemensos) akan mendapatkan STB secara gratis.
”Tapi, bagi yang tidak terdaftar bisa membelinya di toko-toko elektronik dengan harga terjangkau,” ucapnya. (han/lum/lyn/c19/ttg/ap)