RADARSEMARANG.COM, Semarang – Kasus demam berdarah dengue (DBD) mengganas di Kota Semarang dan Kabupaten Batang. Di Kota Semarang, data Januari- Agustus tercatat 300 kasus DBD, sebanyak 24 orang di antaranya meninggal. Sedangkan di Batang, pada periode yang sama tercatat 205 kasus DBD, sebanyak empat orang di antaranya meninggal.
“Kalau bulan ini (September) hanya ada 10 kasus, tapi kan ini belum full. Harapan kami nggak ada kenaikan. Total sampai Agustus kemarin di angka 300 kasus,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang M Abdul Hakam kepada RADARSEMARANG.COM, Senin (19/9).
Hakam menjelaskan, upaya untuk menekan angka DBD di Ibu Kota Jawa Tengah ini terus dilakukan. Salah satunya dengan menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan seminggu sekali. “PSN terus kita gencarkan. Seminggu sekali untuk memberantas sarang nyamuk,” tuturnya.
Selain itu, kata dia, sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) terus digerakkan, di antaranya buang sampah, serta sanitasi dan pola hidup sehat. Jika hal itu diterapkan, lanjut Hakam, dipastikan akan turun.
Upaya lainnya, lanjut dia, dalam waktu dekat akan dilakukan metode Wolbachia. Yaitu, salah satu cara untuk menekan pertumbuhan kasus demam berdarah. Sebelumnya, cara ini sudah dilakukan Kementerian Kesehatan di daerah Bantul dan Sleman pada 2020 lalu, dan hasilnya jumlah kasus mengalami penurunan sebesar 77 persen. Kota Semarang menjadi pilot project selanjutnya metode Wolbachia, yang kemungkinan akan dilakukan pada tahun ini bersama empat wilayah lainnya.
“Ini ada strategi baru yang namanya Wolbachia. Wolbachia adalah bakteri yang nantinya akan dimasukkan ke nyamuk Aedes Aegypti. Kalau ada nyamuk Aedes Aegypti yang ber-wolbachia ada kumannya tadi, maka dia akan menjadi mandul atau tidak bisa menetas,” jelasnya.
Metode tersebut, lanjut dia, adalah sebuah metode yang mengawinkan nyamuk Aedes Aegypti yang dikembangbiakkan di dalam ember yang dilubang. Setelah nyamuk kawin dengan nyamuk yang sudah memiliki Wolbachia, peranakan nyamuk baru tidak lagi memiliki virus DBD. Menurut Hakam, metode ini sudah terbukti aman untuk lingkungan dan manusia. Selain itu, nyamuk Aedes Aegypti tidak bisa bermutasi.
“Tanggal 30 ini Pak Dirjen akan ke Semarang, targetnya awal Oktober lah bisa dilakukan di Semarang,” katanya.
Terpisah, Kabid Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Yuli Suryandaru menjelaskan, penyebaran DBD salah satunya akibat cuaca hujan dan panas yang tak menentu. Kasus DBD di Kabupaten Batang, kata Yuli, meningkat drastis. Dinkes mencatat, sudah ada 205 kasus DBD tahun ini. Jumlah tersebut meningkat delapan kali lipat dibanding tahun lalu yang hanya 25 kasus.
“Kemarin-kemarin sebenarnya sudah sempat turun. Tapi karena beberapa waktu ini hujan, jadi ada kenaikan kembali. Hari ini juga kami ada laporan di Proyonanggan Utara, dan sudah kami laksanakan fogging,” ujar Yuli.
Pihaknya tidak mengetahui secara pasti kenapa pada 2021 angka DBD sangat rendah. Yakni, hanya 25 kasus dengan satu kasus kematian. Saat itu, angka penderita covid sedang tinggi. Sementara tahun ini, sejak angka covid menurun, penderita DBD justru naik pesat. Itu terjadi sejak Januari 2022.
Kenaikan kasus DBD yang cukup pesat terjadi di wilayah Kecamatan Batang dan Limpung. Permintaan fogging pun langsung membeludak. Hingga saat ini pihaknya sudah melaksanakan fogging sampai 91 kali di daerah endemik.
“Untuk anggaran fogging sudah habis untuk 61 kali fogging di bulan Juni. Dan untuk anggaran perubahan kali ini kami juga sudah melaksanakan fogging 30 kali,” terangnya.
Yuli mengimbau masyarakat untuk menggiatkan PSN. Terlebih saat ini cuaca tidak menentu. Jangan sampai di lingkungan sekitar dipenuhi genangan air. Hal tersebut bisa menjadi sarang untuk kembang biak nyamuk. “Saya berpesan kepada masyarakat Kabupaten Batang harus mewaspadai peningkatan kasus DBD dengan menerapkan PSN,” tegasnya. (den/yan/aro)