RADARSEMARANG.COM, Wonosobo – Jumlah mata air di Wonosobo terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Wonosobo saat ini ada sekitar 1.675 titik mata air yang dikelola masyarakat maupun BUMD.
Ironisnya, sebanyak 12 persen dari jumlah titik mata air itu rusak yang ditengarai oleh berbagai macam hal. Seperti menyusutnya serapan air, penambangan ilegal, problem forestasi atau penghijauan dan berbagai masalah lingkungan lainnya.
“Penyebab yang paling utama adalah tangkapan-tangkapan air, deforestasi atau penebangan liar,” jelas Kepala DLH Kabupaten Wonosobo Widi Purwanto usai memperingati Hari Air Sedunia di Telaga Bedakah Selasa (22/3).
Permasalahan itu masih ditambah adanya penambangan ilegal atau galian C yang harus segera diurai oleh pemerintah. Diakui Widi, galian C merupakan salah satu dari berbagai faktor yang menyebabkan menyusutnya serapan mata air yang ada.
“Adanya galian C ini membuat area yang seharusnya bisa menyerap air justru terbuka. Tidak ada lagi unsur-unsur yang bisa menghambat air. Mestinya beberapa persen (air) itu masuk ke tanah melalui pori-pori yang ada. tapi dengan itu (galian C) maka tidak ada. Dan bila dibiarkan itu akan merusak,” jelasnya
Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah Heru Sugiharto mengakui adanya penambangan liar di Wonosobo yang beroperasi. Menurutnya, penambangan yang baik adalah penambangan yang bisa memperbaiki lingkungan. Artinya setelah proses penambangan selesai bisa menjadi lahan yang produktif.
“Bukan hanya memperbaiki lingkungan, tetapi ekonomi masyarakat juga harus terangkat. Jadi harus melibatkan masyarakat dan ada pengawasan dari pemerintah,” kata Heru. (git/ton)