RADARSEMARANG.COM, Wonosobo – Sejumlah pedagang di pasar tradisional keberatan dengan kebijakan satu harga terhadap komoditas minyak goreng. Kebijakan tersebut dianggap merugikan pedagang tradisional yang ada di pasar. Pembeli menyerbu ritel modern yang telah menerapkan harga eceran tertinggi Rp 14.000 per liter, sementara di pasar masih di kisaran Rp 18.000-20.000 per liter.
“(Minyak goreng) di pasar tradisional tidak laku. Banyak pembeli yang datang itu tanya minyak harga Rp 14.000 per liter, karena pengumuman penurunan harga sudah ada di televisi,” kata salah satu pedagang Pasar Garung Salamah Kamis (27/1).
Dikatakannya, seharusnya kebijakan penurunan harga minyak goreng menjadi Rp 14.000 per liter jangan hanya dilakukan di toko modern saja, tetapi juga di pasar tradisional. Karena menyebabkan para pelanggan memilih beralih membeli minyak goreng yang lebih murah di toko-toko modern.
“Kebijakannya tidak adil kalau kaya gini, kalau harga minyak mau turun ya turun semua. Justru pedagang kecil yang dirugikan karena pembeli lari ke toko modern semua,” ujarnya.
Dengan banyaknya pembeli yang beralih ke toko modern, omset penjualan minyak goreng miliknya menjadi jauh berkurang. Kalau sebelumnya 1 sampai 3 dus isi 12 bungkus bisa habis dalam sehari, namun setelah ada kebijakan penurunan harga ini paling sehari laku 1 sampai 2 bungkus saja.
“Saya berharap kepada pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng di pasar tradisional. Jangan hanya di toko modern, supaya adil,” tandasnya. (git/ton)