RADARSEMARANG.COM, WONOSOBO – Masalah guru honorer seperti tak pernah selesai. Sejumlah masalah terus dihadapi para pendidik yang telah mengabdi bertahun-tahun itu. Terakhir, mereka yang tergabung dalam guru honorer non-kategori meminta haknya untuk dirangkul oleh pemerintah.
“Kita hanya meminta payung hukum yang jelas. Agar setidaknya pengabdian yang kita lakukan dalam mendidik anak, punya status,” terang Ketua Forkom GTT PTT, Rahmad saat mengadu di DPRD Wonosobo, Senin (18/11) sore.
Ia mengaku, hingga saat ini kehadirannya dalam dunia pendidikan tak pernah diakui oleh pemerintah. Padahal ia telah mengabdi sejak tahun 2005 lalu. Pengakuan itu seharusnya bisa ditunjukkan lewat Surat Keterangan (SK). Baik dari Dinas Pendidikan maupun dari Bupati langsung. “Ada kabar SK dari dinas ini tidak berlaku lagi. Maka kami meminta untuk diturunkan SK Bupati. Karena sampai saat ini SK yang kami terima baru SK dari Kepala Sekolah,” terangnya.
Apalagi SK yang telah mereka terima itu tidak bisa digunakan untuk apapun. Termasuk untuk menerima Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Padahal syarat pengajuan sertifikasi harus memiliki NUPTK.
Guru honorer lainnya, Slamet Riyadi beranggapan bahwa keluhan soal adanya permintaan payung hukum yang jelas, tidak berkaitan jabatan atau untuk mendaftar CPNS. Para guru honorer non-kategori hanya ingin diakui pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Bina Program dan Pengembangan Disdikpora Wonosobo, Lintang Esti Pramanasari mengakui SK dinas dikabarkan tidak akan berlaku lagi. Namun pemerintah kabupaten sebenarnya telah memberikan kebijakan melalui dana insentif bagi para guru honorer. “Jadi memang itu telah ada kesepakatan antara pemkab dan legislatif. Di tahun 2019 ini ada 1.427 penerima,” terangnya.
Total anggaran yang dikucurkan Pemkab hingga Rp 18 miliar. Insentif ini memang belum sesuai upah minimun kabupaten (UMK) Wonosobo. “Karena untuk guru sendiri paling tinggi sekitar Rp 1.500.000 dan guru TK sekitar Rp 600.000,” katanya.
Sekretaris Komisi D Mugi Sugeng yang menerima audiensi perwakilan guru tersebut beranggapan bahwa pemerintah kurang peduli terhadap nasib guru. Padahal mereka yang bertanggungjawab terhadap keberlangsungan pendidikan di Indonesia. “Maka pihak DPRD mendorong Pemkab agar bisa mendengarkan aspirasi dari teman-teman guru lah,” katanya. (git/ton)