RADARSEMARANG.COM, Ungaran – Satu warga dan dua aktivis lingkungan diangkut paksa saat memasang poster penolakan penambangan waduk Jragung di Desa Penawangan, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang.
Spanduk penolakan dipasang di titik kedatangan dekat spanduk selamat datang Bupati Kabupaten Semarang dan Mochamad Herviano (Komisi V DPR RI) yang akan melakukan kunjungan dan sosialisasi kepada warga. Aksi yang digelar warga bahkan berakhir ricuh, dibubarkan paksa dan berakhir dengan diangkutnya warga dan aktivis lingkungan dari Walhi Jateng.
Sebelumnya, sejumlah warga Desa Penawangan, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang bersama Walhi Jateng memasang poster penolakan penambangan. Kemudian mereka beristirahat di salah satu rumah warga. Tidak lama kemudian perangkat desa dan babinsa meminta agar poster dicabut. Termasuk menanyakan perizinan penempelan poster.
Menurut Kepala Desa Penawangan poster dianggap menurunkan citra Pemerintah Desa, dan Kecamatan dalam menyambut kedatangan Bupati Kabupaten Semarang dan Komisi V DPR RI. Sempat terjadi aksi tarik-menarik dan dorong-mendorong oleh Babinsa Kamtibmas dan pemerintah Desa kepada warga.
Akhirnya, satu warga dan dua staf WALHI Jateng diangkut paksa ke kantor Desa untuk bertemu Kepala Desa, Camat Pringapus dan staf Komisi V DPR RI, dan diancam akan diangkut ke Polsek Pringapus.
Salah satu perwakilan warga Tugiono mengaku aksi tersebut sebagai upaya untuk menyampaikan aspirasi kepada wakil rakyat. “Tapi kok tidak boleh? Padahal kami ingin menyelamatkan ruang hidup kami berupa sawah yang rencananya akan ditambang untuk bahan material pembangunan Bendungan Jragung,” akunya.
Aktivis Walhi Jateng Nur Colis menilai penghadangan dan pengangkutan warga merupakan perbuatan sewenang-wenang pihak pemerintah Desa dan Babinsa. Padahal warga sedang menyampaikan aspirasi mereka dan seharusnya dilindungi sesuai UU No.9 Tahun 1989.
Momentum kunjungan dan sosialisasi dari Bupati dan Komisi V DPR RI ini dianggap menjadi kesempatan untuk menyampaikan keresahan dan aspirasi untuk menyelamatkan lingkungan. “Tapi akhirnya warga harus kecewa karena tidak dapat menyampaikan dan harus dibubarkan secara paksa sebelum wakil rakyat mereka datang,” katanya. (rls/ton/fth)