RADARSEMARANG.COM, Ungaran – Puncak perayaan Hari Waisak 2566 BE di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang digelar berbeda. Setelah warga Thekelan yang beragama Buddha melaksanakan pujabakti di Vihara Budha Bhumika, warga yang beragama lain telah bersiap di sepanjang jalan dusun untuk menyampaikan ucapan Selamat Hari Waisak.
Satu per satu warga yang beragama Buddha mulai berbaris di bahu kanan kiri jalan dusun yang sudah menanti uluran tangan umat beragama lainnya. Terdengar ucapan selamat Hari Waisak. Suasananya penuh haru. Mereka berjabat tangan dan saling berpelukan. Bahkan, ada yang sampai menangis.
Tokoh Agama Buddha Mandar mengatakan, kegiatan seperti ini sudah menjadi tradisi warga Dusun Thekelan. Hal tersebut dinilai sebagai makna silaturahmi antarumat beragama yang sesungguhnya. “Inilah Thekelan Mas. Keberagaman umat beragama menjadi pemersatu warga yang ada di sini. Tentunya kami umat Buddha yang ada di sini sangat senang dengan adanya kegiatan ini,” katanya saat ditemui RADARSEMARANG.COM.
Tradisi yang sudah dipertahankan sejak delapan tahun terakhir ini merupakan wujud kebersamaan warga Thekelan. Ini dapat menangkal segala bentuk kegiatan radikalisme. ”Warga yang beragama Buddha di Thekelan ini mencapai 65 persen dari keseluruhan warga di sini.” ujarnya.
Hal yang sama disampaikan Tokoh Agama Kristen Stefanus Rusmin. Ia mengatakan, tradisi ini kali pertama dilakukan pada Desember 2012 silam. Saat itu, diadakan ulang tahun karang taruna RT 3. Kemudian acara ulang tahun tersebut dikemas bersamaan dengan perayaan Hari Natal. Kegiatan tersebut sudah menjadi agenda tahunan.
“Dan saya bersyukur di dusun ini sudah mengadakan agenda tersebut. Dan itu dimulai waktu Idul Fitri. Warga yang beragama Buddha dan Kristen menunggu di luar untuk mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri,” katanya.
Ia menilai, kesadaran warga akan pentingnya toleransi antarumat beragama terlihat kuat di dusun ini. Antarumat beragama tidak ada yang saling bersaing dalam segala hal. Salah satu buktinya pada saat membangun tempat ibadah masing-masing agama, masyarakat secara sukarela dan sadar membantu walaupun berbeda agama. “Biasanya setelah ini, nanti warga yang beragama Islam dan Kristen akan berkunjung ke rumah warga yang beragama Buddha,” ucapnya.
Stefanus berharap tradisi ini akan terus dilakukan di setiap hari raya keagamaan. Tujuannya, agar silaturahmi antarwarga dan antarumat beragama menjadi kuat dan tidak terputus.
Kepala Dusun Thekelan Supriyo menambahkan, jumlah warga Dusun Thekelan sebanyak 300 KK. Sebanyak 65 persennya beragama Buddha. Ia mengingatkan akan senantiasa menjaga tradisi tersebut agar terus bertahan dan bisa menjadi contoh untuk daerah yang lainnya.
Perayaan Hari Trisuci Waisak sekaligus halal bihalal juga digelar di Vihara Tanah Putih, Semarang. Kurang lebih 30 tokoh lintas agama hadir. Terlebih pada Mei ini menjadi bulan istimewa. Karena terdapat tiga peringatan hari besar umat Islam, Buddha, Katolik dan Kristiani. Yakni, Hari Raya Idul Fitri 2 Mei, Hari Trisuci Waisak 16 Mei, dan Kenaikan Isa Almasih 26 Mei mendatang.
Ketua Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (Magabudhi) untuk Jateng Pandita Muda Aggadhammo Warto mengawal langsung rangkaian acara tersebut. “Semarang ini termasuk maju dalam toleransi, saat ini kita sudah tidak meributkan persoalan ucapan selamat antarumat beragama,” ujar Ketua Magabudhi ini kepada RADARSEMARANG.COM.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jateng Taslim Syahlan sepakat soal itu. Ia menilai masyarakat telah memiliki kedewasaan dalam beragama yang terus membaik. Bahkan antarumat dapat merasakan kebahagiaan bila merayakan hari besar seperti ini. Hal ini membuktikan moderasi beragama sudah berjalan. Ia menegaskan bila perbedaan agama semestinya dapat menjadi perekat umat dan bukan jurang pemisah. Dalam Islam pun Tuhan mengajarkan dua dimensi ibadah, horizontal dan vertikal. “Manusia punya tanggung jawab menjaga hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia, hablu minaallah dan hablum minannas,” terang Taslim.
Suasana Idul Fitri bagi Islam dinilai tepat oleh Kepala Vihara Tanah Putih Bikkhu Cattamano Mahathera untuk menggelar silaturahim. Pihaknya menjamu tamu dengan berbagai menu makanan. Di samping menyantap hidangan, tamu menyaksikan prosesi peribadatan dan makan bersama di vihara itu secara virtual. (cr5/taf/aro)