RADARSEMARANG.COM, Ungaran – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan pedagang Kabupaten Semarang meminta kelonggaran operasional. Menyusul diberlakukannya kembali Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM). Sebab, selama ini okupansi di bawah 10 persen. Termasuk pedagang pasar tradisional yang mengeluh pendeknya jam berjualan.
Ketua PHRI Kabupaten Semarang Fitri Rizani mengatakan, PPKM yang diterapkan kali ini tentu menjadikan industri pariwisata dan perhotelan terpukul. Sebab, di saat mulai bangkit justru harus dibatasi kembali. Bahkan, tidak sedikit pengusaha perhotelan yang menjual hotel karena tidak sanggup membayar biaya operasional hotel dan gaji karyawan.”Ini sangat di luar dugaan. Tingkat okupansi dalam satu bulan selama pandemi di bawah 10 persen. Yang masih bertahan ya lanjut,” ungkapnya.
Meski demikian, pihaknya tetap mendukung apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah daerah untuk menekan penularan Covid-19. Jika angka kasus berhasil ditekan, tentu sektor pariwisata juga akan kembali mendapatkan angin segar.
Hal serupa dikatakan pemilik usaha karaoke SA Bandungan, Kabupaten Semarang Pujiono. Selaku pengusaha ia mengaku tidak menjadi masalah, hanya saja pemberitahuan yang dinilai mendadak sangat disayangkan. Menurut Ketua Asosiasi Karyawan Pariwisata (Akar) Kabupaten Semarang ini, apabila usaha karaoke ditutup terlalu lama akan berdampak terhadap usaha lain. Seperti salon kecantikan, tukang ojek, warung makan, pemilik kos, dan hotel.
“Jadi begitu kami dapat pemberitahuan, besok paginya harus tutup sampai waktu tidak ditentukan. Ini mudah-mudahan ada kebijakan khusus di Bandungan, maksimal satu minggu misalnya,” harapnya.
Hal yang mereka takutkan banyaknya karyawan yang dirumahkan sehingga pengangguran meningkat.
Terpisah protes juga dilontarkan pedagang Pasar Projo Ambarawa. Menurut Solikin, salah seorang pedagang, mayoritas pedagang mulai berjualan pukul 09.00. Jika pukul 12.00 harus tutup, maka pukul 11.00 harus siap-siap. “Lalu mau dapat penghasilan dari mana,” ujarnya.
Pihaknya meminta kelonggaran berjualan hingga pukul 15.00. Ia juga menyoroti ketimpangan dalam aturan tersebut. Yakni pedagang di pasar tradisional hanya boleh berjualan hingga pukul 12.00, tapi toko modern operasional sampai pukul 21.00.
“Jika tarikan retribusi dihapuskan, setidaknya meringankan beban. Antrean di toko modern serba ada itu juga rapat-rapat, kenapa malah dibiarkan buka sampai malam. Harus adil,” katanya.
Sementara Kepala Pasar Projo Sugeng Setiyono mengatakan, dari total 1.700 pedagang, hanya 60 persen yang membuka usahanya. “Saya sudah sampaikan aspirasi dan keluhan pedagang,” ujarnya.
Sebelumnya Bupati Semarang Ngesti Nugraha telah mengeluarkan Instruksi Bupati No.14 Tahun 2021 yang mengatur tentang PPKM, termasuk penutupan sementara lokasi wisata, peniadaan pembelajaran tatap muka, pembatasan jumlah pengunjung restoran, peniadaan acara resepsi pernikahan dan sebagainya. (ria/zal)